dilema praktik demokrasi nusantara, bara lokal vs kabur
global
Maskerisasi wajah demokrasi
nusantara menjadi fungsional. Perlambang bungkam, bisu atau tutup mulut. Sekaligus
bukti antisipasi asap “karhutla” masuk kota. Salah satu simbol ada hukum, jalan
tegaknya hukum. Simbol negara kumpulan orang bi-jaksa-na.
Siklus, sirkulasi, sindikasi,
transaki modus operandi perpolitikkan nusantara tak kalah pasal, lebih laju
dengan negara maju. Catatan kaki menunjukkan sudah ada sistem kartel politik
versi nusantara.
Secara tradisional kartel politik
nusantara ditandai melalui tiga hal: harga jual kursi, nilai jual anggota, dan teritorial
pengaruh biaya politik. Efek domino terciptanya otokrasi oleh juara umum pesta
demokrasi. Secara perpolitikkan makro mengakibatkan inefisiensi alokasi sumber daya
politik. Rakyat pengguna hak politik dirugikan secara berkelanjutan selama satu
periode. Terjadi kehilangan alternatif pilihan, kualitas kandidat yang bersaing
terfokus, dan layanan purna coblosan yang baik.
Pasal lain. Sistem praktek demokrasi multipartai, setengah demokrasi,
multipilot, asosiasi politik, arisan politik, dominasi manusia politik-ekonomi,
kepentingan penguasa, biaya politik.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar