sedikit demi sedikit
akhirnya tetap sedikit
Kebubutuhan air bersih,
air minum penduduk mampu menarik investor multipihak. Teknologi memanfaatkan
air lokal menimbulkan masalah lingkungan. Pengguna air berebut kuasa, antara
pertanian, industri dan perumahan. Belanja keluarga termasuk buat beli air.
Pola sebaran perumahan
menjadikan pasokan air secara alami, sesuai siklus hidrologi, tetap kewalahan. Air
masuk bagian pangan, mau tak mau menjadi kebutuhan dasar manusia. Air kemasan
menjadi alternatif penyedia barang yang komersial. Daerah kekeringan, sulit
air, langka air menjadi langganan.
Pemanfaatan lahan
pekarangan menjadi daerah tangkapan air, sulit diwujudkan. Tipe rumah dengan
lahan minimalis. Mengoptimalkan setiap jengkal tanah untuk hunian. Air hujan
tak terserap bumi di kawasan perumahan. Apartemen apalagi bangunan tinggi,
jelas kebutuhan air tak bisa mengandalkan PDAM.
Kadar pengetahuan
tentang siklus hidrologi tak diimbangi kebijakan tata air. Air laut ikut andil
memasok air tanah. Anomali cuaca
sekaligus sebagai reaksi alam terhadap kebijakan umat manusia mengeksplorasi
dan mengeksploitasi sumber daya air. Ada kebijakan DAS nasional atau daerah, malah
bak proyek abadi.
Efektivitas hadapi
agresi covid-19 dengan pola hidup di rumah saja. Mau minum tak perlu sibuk di
dapur. Memanfaatkan belanja dalam jaringan. Jadilah akumulasi persedikitan. Bukan
sedikit-sedikit air 3x. Air koq cuma sedikit. Tidak ada pihak yang mau menimbun
air. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar