Halaman

Minggu, 09 Agustus 2020

demokratis vs demokratis


demokratis vs demokratis

Bingung melanjutkan judul dengan uraian yang terfokus. Mau urut tanggal kejadian, jelas tak ingat. Mau urut intensitas status kasus, rasanya satu peringkat. Pakai pola acak agar tampak bernas, bukan rekayasa. Sekitar kehidupan bermasyarakat skala RW, kebanyakan dinamika antar tetangga RT yang heterogen.

Jaga kerukunan menjadi kewajiban setiap warga. Tiap hari berjumpa, minimal pengguna jalan lingkungan yang sama. Model tampilan warga sesuai kebutuhan atau karakter ybs. Ibu rumga bebas ke jalan, belanja dengan busana serba guna 24 jam. Rumah tinggal penuh kamar. Nihil ruang terbuka hijau, lahan resapan air hujan. Malam hari, masih ada kaum adam umbar dada dan perut. Ahli hisap di ruang terbuka depan rumah.

Melebur menjadi satu, lepas status sosial, tinggalkan strata pendidikan formal. Duduk sama tinggi, berdiri sama capainya. Gaya tegur senyum, salam, sapa menjadi kontak basa-basi. Sekaligus identitas cerdas diri. Komunitas alami semula akrab karena persamaan nasib. Gesekan horizontal mampu menggoyah asas rukun agawe sentosa. Persaingan terselubung menjadi pemacu dan pemicu konflik sekali pakai.

Bagi penulis yang memang kemana saja berjalan kaki. Tujuan jauh dari kompleks pun tetap dilakoni. Punya riwayat pengalaman, kisahku. Entah berapa judul sudah tayang di blogger. Kejadian berulang yang sulit diluruskan.

Patut kita renungkan, bahwa setiap manusia punya prinsip hidup, punya keyakinan atas daya guna akal cerdasnya. Sampai punya rumusan manjur praktik agama sesuai kadar ilmunya. Jangan jadi bahan adu argumen, saling baku kata. Dalih tukar pengalaman dengan kemasan dialog, aksi diskusi, atau format debat.

Kembali ke rambu-rambu kehidupan, adab bertetangga. Taat kata mata, agar sisa hidup lebih tertata. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar