demokratis vs demokratis
Bingung melanjutkan judul dengan uraian yang
terfokus. Mau urut tanggal kejadian, jelas tak ingat. Mau urut intensitas
status kasus, rasanya satu peringkat. Pakai pola acak agar tampak bernas, bukan
rekayasa. Sekitar kehidupan bermasyarakat skala RW, kebanyakan dinamika antar
tetangga RT yang heterogen.
Jaga kerukunan menjadi kewajiban setiap warga. Tiap
hari berjumpa, minimal pengguna jalan lingkungan yang sama. Model tampilan
warga sesuai kebutuhan atau karakter ybs. Ibu rumga bebas ke jalan, belanja
dengan busana serba guna 24 jam. Rumah tinggal penuh kamar. Nihil ruang terbuka
hijau, lahan resapan air hujan. Malam hari, masih ada kaum adam umbar dada dan
perut. Ahli hisap di ruang terbuka depan rumah.
Melebur menjadi satu, lepas status sosial, tinggalkan
strata pendidikan formal. Duduk sama tinggi, berdiri sama capainya. Gaya tegur
senyum, salam, sapa menjadi kontak basa-basi. Sekaligus identitas cerdas diri. Komunitas
alami semula akrab karena persamaan nasib. Gesekan horizontal mampu menggoyah
asas rukun agawe sentosa. Persaingan terselubung menjadi pemacu dan pemicu
konflik sekali pakai.
Bagi penulis yang memang kemana saja berjalan kaki.
Tujuan jauh dari kompleks pun tetap dilakoni. Punya riwayat pengalaman, kisahku.
Entah berapa judul sudah tayang di blogger. Kejadian berulang yang sulit
diluruskan.
Patut kita renungkan, bahwa setiap manusia punya
prinsip hidup, punya keyakinan atas daya guna akal cerdasnya. Sampai punya
rumusan manjur praktik agama sesuai kadar ilmunya. Jangan jadi bahan adu
argumen, saling baku kata. Dalih tukar pengalaman dengan kemasan dialog, aksi diskusi,
atau format debat.
Kembali ke rambu-rambu kehidupan, adab bertetangga.
Taat kata mata, agar sisa hidup lebih tertata. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar