Halaman

Selasa, 04 Agustus 2020

prosesi jalan tegaknya hukum nusantara


prosesi jalan tegaknya hukum nusantara

Adagium berbasis praktik hukum  “di mana tempat kejadian perkara, berlaku hukum main hakim sendiri”. Contoh nyata mudah dicerna adalah laga antar supporter sepak bola di luar lapangan. Bisa bermula di lapangan, karena wasit tidak tegas, tidak netral. Atau kesebelasan kesayangan kalah di kandang sendiri. Penonton terangkat obsesinya, merasa bisa menjadi pemain yang tinggal cetak goal. Tak perlu pakai keringat sendiri.

Efektivitas budaya konflik politik nusantara. Dimulai sejak anak bangsa nusantara berketurunan kenal apa itu partai politik, paham apa itu organisasi kemasyarakatan. Pergerakan mengatasnamakan rakyat sampai perwakilan daerah, nyaris beririsan dengan aneka konflik.

Polisi militer, provos atau sebutan semaksud lain, menjadi pemacu pemicu hukum atas hukum. Semakin banyak produk hukum. Lazim karena ratusan juta rakyat yang diatur. Semakin kuat lembaga negara yang menangani hukum berbanding lurus dengan rapuhnya moral aparat hukum, hamba hukum.

Alat negara yang mengawasi hukum jalan dan lalu lintas. Istilah “priit jigo” pernah tenar. Damai di tempat, tak kalah meriah dengan semboyan lainnya.  Mengacu judul “ada uang hukum tergantung vs ada kuasa hukum terpasung”. Mau apa lagi. Tak perlu ada yang perlu diperjelas lagi. Disibak, disimak lebih seksama, semakin jelas bahwasanya hukum produk politik vs politik produk hukum rimba belantara nusantara.

Berurusan dengan badan peradilan, bukan untuk mencari keadilan dan atau kebenaran. Lebih dikarenakan budaya mencari kemenangan. Seperti modus partai politik mencari kemenangan di pesta demokrasi. Bukan akan mewujudkan bangsa yang adil, makmur, sejahtera.

Barangsiapa dengan sengaja mengkedaluwarsakan kasus hukum. Maka. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar