Halaman

Minggu, 09 Agustus 2020

duduk jaga jarak, berdiri saling curiga


duduk jaga jarak, berdiri saling curiga

Mungkin judul berdasarkan protokol politik dioplos dengan protokol hukum kriminal, diaduk ke kiri, berlawanan arah putaran jarum jam. Autokatalis berkat ramuan alami yang mengalami mutasi. Narasi kebebasan berpolitik berjalan beriringan dengan tragedi radikalisasi dan brutalisme atas nama politik.

Tradisi keilmuan, keilmiahan, keintelektualan selaku faktor penentu proses praktik demokrasi multipartai bukan bak mengalihkan syahwat, hasrat politik primitif ke tingkah laku, tindak aksi yang dapat diterima oleh norma masyarakat beradab.

Anggapan dasar, postulat, hipotesis bahwasanya moral kekuatan adalah moral orang kuat. Kebebasan manusia politik, politisi bahkan partai politik yang boleh dan bebas berlaku semau gue. Merasa digdaya tanpa tanding dan sanggup melakukan secara berkelanjutan. Bersamaan, pihak lain, lawan politik, beda pilihan yang lemah tak mampu mencegahnya.

Apa jadinya jika moral orang kuat kerhadapan langsung dengan sesama moral orang kuat. Saling bantai, saling libas sampai titik darah penghabisan. Saling bagi kursi sampai kehabisan pantat.

Padahal salah satu cabang akhlak manusia adalah jati diri manusia. Meningkatnya daya moral berbanding lurus dengan meningkatnya rasa tanggung jawab untuk memikul akibat. Sigap mawas diri, evaluasi diri sejak dini, melakukan hisab diri sesuai batasan tata moral.

Kewajiban moral selaku masyarakat berpancasila tak bisa diukur secara formal seremonial.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar