duduk jaga jarak, berdiri saling curiga
Mungkin judul berdasarkan protokol politik dioplos
dengan protokol hukum kriminal, diaduk ke kiri, berlawanan arah putaran jarum
jam. Autokatalis berkat ramuan alami yang mengalami mutasi. Narasi kebebasan
berpolitik berjalan beriringan dengan tragedi radikalisasi dan brutalisme atas
nama politik.
Tradisi keilmuan, keilmiahan, keintelektualan selaku
faktor penentu proses praktik demokrasi multipartai bukan bak mengalihkan
syahwat, hasrat politik primitif ke tingkah laku, tindak aksi yang dapat
diterima oleh norma masyarakat beradab.
Anggapan dasar, postulat, hipotesis bahwasanya moral
kekuatan adalah moral orang kuat. Kebebasan manusia politik, politisi bahkan
partai politik yang boleh dan bebas berlaku semau gue. Merasa digdaya tanpa tanding dan sanggup
melakukan secara berkelanjutan. Bersamaan, pihak lain, lawan politik, beda pilihan
yang lemah tak mampu mencegahnya.
Apa jadinya jika moral orang kuat kerhadapan
langsung dengan sesama moral orang kuat. Saling bantai, saling libas sampai
titik darah penghabisan. Saling bagi kursi sampai kehabisan pantat.
Padahal salah satu cabang akhlak manusia adalah
jati diri manusia. Meningkatnya daya moral berbanding lurus dengan meningkatnya
rasa tanggung jawab untuk memikul akibat. Sigap mawas diri, evaluasi diri sejak
dini, melakukan hisab diri sesuai batasan tata moral.
Kewajiban moral selaku masyarakat berpancasila tak bisa
diukur secara formal seremonial. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar