Halaman

Sabtu, 22 Agustus 2020

pasca agresi covid-19, balik modal vs normal akal


pasca agresi covid-19, balik modal vs normal akal

Momentum atau saat yang tepat, bak penyesalanan yang datangnya belakangan. Jatuh berkali-kali, ke sekian kali memang harus bangkit. Seolah jatuh-bangun menjadi kejadian wajar, alami, lumrah. Menimpa siapa saja tanpa pandang gender, silsilah maupun ketinggian tempat kedudukan. Selaku pelaku aktif melakukan menu harian berbasis keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan.

Petikan bonus demografi, seolah terbetik fakta bahwa ada batasan masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged) dan atau terpinggirkan (marginalized) karena faktot umur, usia, uzur. Frasa “berorientasi pada kebutuhan” yang melandasi gerakan aksi nasional anti-covid-19.

Ketergugahan jiwa nusantara beragama, nusantara bersubsidi. Rasa jiwa persatuan, kesatuan, keutuhan nusantara terbentur sekat politik bebas aktif. Kontradiksi, keterbalikan dari asas tenggang rasa lintas agama. Gembala pengadu domba warisan penjajah, tak mau dan tak rela jika umat tetap kokoh di jalan lurus, sesuai fitrah akidah.

Secara normatif, arahan protokol kesehatan mengacu dan mengaca pada standar WHO. Otonomi dan otoritas pemetintah daerah, diperkuat dinasti politik, orang kuat lokal, kolaborasi pengusaha-penguasa teritorial mengambang.  Daerah bisa langsung kontak dengan pihak ketiga. Sebaliknya, daerah dengan arahan kebijakan pemerintah sesuai asas top-down, ketergantungan pada APBN. Norma kehidupan normal bernegara sesuai skenario, skema, sistem multipihak.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar