merdeka langsung tua
tanpa dewasa
Bulan, bumi dan
matahari selaku hamba-Nya. Secara individu punya tugas mandiri dan tidak saling
intervensi. Sinergi kolaborasi demi kemaslahatan umat manusia. Manusia punya sistem kalender, penanggalan. Bisa mengetahui
umur dan atau usianya. Tahu kapan kejadian perkara. Paham ukuran dan batasan
waktu.
Esok hari belum terjadi
menjadi perkara gaib. Menjadi urusan-Nya. Doa bakda isya’, berharap bisa tegakkan
sholat malam, sholat tajahud di sepertiga akhir malam. Lanjut subuh berjamaah
di masjid. Kejadian di dunia memang tak pasti sesuai prosedur kehidupan. Manusia
wajib berikhtiar. Soal hasil hak prerogatif Allah swt.
Antar anggota keluarga
punya pernasiban masing-masing. Sesuai skenario-Nya. Urut kelahiran tak identik
dengan ukuran pemikiran manusia. Menghormati yang lebih tua menjadi adab
berkeluarga. Bagaimana peran saudara lelaki terhadap saudara perempuannya,
sudah ada dalilnya. Lebih daripada itu, bagaimana menyikapi kehidupan
bermasyarakat.
Secara normatif Allah
swt sudah memberikan sinyal kepada manusia yang akan habis kontrak. Perubahan pada
warna rambut, penurunan daya penglihatan serta tubuh tak lagi gagah. Allah swt
tetap memberi peluang agar manusia panjang umur dan lapang kubur.
Pertambahan umur dan
atau usia manusia sesuai waktu. Tak otomatis paralel, bareng dengan pertumbuhan
biologis maupun aspek penyertaannya. Hitugan detik, nasib manusia bisa berubah.
Urutan dalam keluarga bisa keterbalikan dengan kondisi yang biasanya, kondisi
yang seharusnya. Bayi kembar tak selamanya mengalami nasib atau ikhwal “kembar”.
Ungkapan tua-tua kelapa.
Keenakkan duduk sampai lupa waktu. Kalau tak digalah, tetap tabah duduk manis
di atas. Semakin tua tetap berharap kuasa. Yang muda merasa aman, nyaman,
tentram di balik punggung.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar