Halaman

Senin, 10 Agustus 2020

tragedi radikalisasi dan brutalisme atas nama politik


tragedi radikalisasi dan brutalisme atas nama politik

Negara yang sudah ratusan tahun merdeka. Negara yang tak pernah dijajah. Negara otonomi baru Negara penjajah pun. Tetap menggunakan politik agar pemerintahan berjalan. Laju peradaban dunia yang alami menentukan praktik demokrasi penduduk bumi. Struktur politik yang terbentuk pra kemerdekaan. Macam nusantara. Proses berikutnya akan menjadi beban berganda, berlapis. Penentu biaya politik, ongkos operasi dan pemeliharaan partai politik.

Ibarat buka lahan, bangun ladang kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak pihak merasa berhak menyandang hak kuasa, milik, guna, manfaat tanah-air nusantara. Pihak paling perasa, kawanan anak cucu ideologis. Kekuasaan atau selaku pemegang otoritas politik bisa diwariskan. Trah politisi sub-lokal sampai pihak merasa pewaris kursi notonegoro.

Kemandiran, ketahanan, kedaulatan politik nusantara tergantung pemain. Soal haluan politik, sudah teruji dengan politik terbuka. Ketika nilai jual, nilai tukar presiden hanya sebatas petugas partai sebagai bukti ringan. Reaksi positif dunia atas langkah taktis, gaya catur politik. Menjadi daya tarik bandar politik, investor politik multipihak.

Modus operandi penguasa menjaga stabilitas kontrak politik, agar mulus di jalur lurus sampai babak final, tanpa ATHG yang berarti. Belajar dari pengalaman para pendahulu. Jangan mendaur ulang dosa politik yang sama. Pakai dalil koalisi intim. Tangan kiri merangkul akrab, tangan kanan main tonjok. Kaki bebas sepak, injak sana-sini. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar