Halaman

Senin, 03 Agustus 2020

demokursi nusantara pantas harganya


demokursi nusantara pantas harganya

Model demokrasi yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi, bak anak pungut. Karena tiap ruas jalan punya penguasa, raja jalanan. Berderajat sedikit memakai organisasi dan mempunyai teritorial, wilayah kerja. Efek pembalakan liar, penggundulan hutan, raja hutan bergeser. Penguasa de facto dan atau de jure bukan ilusi politik.

Perjalanan demokrasi nusantara mengarah ke sistem siapapun atau pihak manapun, lewat pesta  demokrasi, pemenang selaku pemegang otoritas politik, belum tentu berdaulat. Simak santai pemilihan kepala desa. Aroma irama partai politik belum kentara. Namun mampu menyisakan fakta atau PR besar bagi penggembira UU tentang Desa. Eksistensi, jati diri rakyat masih alami, natural. Format formal putra-putri asli daerah menjadi pasal liar.

Pesta demokrasi daripada Suharto, menjadi ajang hajat partai politik. Berebut kursi yang sama plus merebut hak politik pemilih yang sama. Pilkada menjadi kompromi politik yang beda jauh dengan koalisi parpol pada pilpres. Banyak faktor yang menentukan perolehan suara. Penentuan dan penetapan pasangan bakal calon kepala daerah menyedot persentase biaya politik yang mungkin dominan. Ongkos mesin politik ditanggung partai pengusung.

Status rakyat pada pemilihan presiden naik status dengan sebutan warga negara. Indikator murah meriah, simpel, sederhana, jika capres hanya skala lokal atau klas regional, maka malah menjadi daya tarik investor politik multipihak. Tapi, beginilah demokrasi yang tersisa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar