berkemajuan di tempat vs
di tempat berkemajuan
Konektivitas internal
bangsa membuat perasaan diri merasa kuat karena jumlah. Pengguna aktif jasa
layanan berbayar apalagi gratis teknologi BTL (bicara tak langsung). Duduk manis
tanpa tatap muka, energi saling libas tersalurkan 24 jam. Terdeteksi generasi
bau kencur sampai generasi bau tanah, baku ujaran bebas nalar. Tepatnya, merasa
laik tanding tapi tak punya lawan laga.
Kaidah berbahasa tutur
naupun bahasa tulis, mendorong kreativitas anak bangsa pribumi. Gemar jebakan
obsesi pengganda ujaran cap – model batik cap – merasa bagian dari penguasa. Interaksi
aksi terasa bermanfaat jika mampu memperkeruh suasana kebatinan diri sendiri
tanpa sadar. Daya bahasa selaku cerminan adab diri. Semakin bergelar akademis
bukan jaminan tata bahasa masuk tahap sadar bahasa.
Berbahasa memerlukan siklus
peremajaan yang bersumber pada tata moral diri. Sistem imunitas diri pada
generasi saling libas menjadi cerminan adab politik bangsa. Padahal, tata moral
menjadi bagian penting dalam penyusunan struktur kaidah berbahasa.
Kendati negara sibuk membangun
peradaban berbahasa, oleh karena pada praktiknya sistem penebar dan penabur
berita dikuasai oleh negara. kendati tiga komponen penguatan berbahasa, yaitu
struktur bahasa, substansi bahasa dan budaya bahasa. Kalah garang dengan
politik bahasa. Jadi, nilai dan aspek keindonesiaan kian kabur, gara-gara gaya
bahasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar