zona merah politik nusantara, warisan kolonial vs efek nasakom
Menyebut frasa ‘nasakom’ (nasional, agama, komunis) produk unggulan pemerintah Orde Lama, berakibat aneka pihak tersinggung peranakannya. Tak kurang adanya partai politik merasa diingatkan akan sejarah. Menggugah luka dan kenangan duka berlanjut tanpa kata. Ikhtiar pemerintah Orde Baru untuk mengkebumikan siapa saja, apa saja yang berbau komunis.
Kalau sudah bernuansa politis, di negara demokratis sekalipun, terjadi pembeda kepentingan pengusa vs kebutuhan tanah air. Hakikat politik suka suka-suka yang menerima manfaat. Wadah formal kelas tertentu masyarakat untuk berserikat dan berpendapat. Zaman pasca reformasi 21 Mei 1998. Ujar pendapat penyelenggara negara tidak bisa dipegang omongannya.
Penjajahan oleh bangsa Jepang, walau seumur jagung (maksudnya lama waktu simpan jagung, saat ditanam masih bisa tunas, tumbuh) termasuk menentukan karakter demokrasi nusantara. Apesnya, belum ada kelompok merasa sudah mempraktikkan demokrasi nusantara. Bukan serapan, terapan dari rumusan demokrasi negara tetangga.
Demokratis-animisme-didamisme menjadi landasan, haluan
politik nasionalis terbuka. Sistem kepemilikan partai berbasis badan hukum
milik keluarga. Peta kemiskinan identik zona merah. Merah saja vs merah sekali.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar