yang diperbudak politik vs petugas partai kambuhan
Sebutan ‘yang dipertuan agung’ tak kuat dengan goncangan budaya bebas aktif. Terakhir mirip dinasti politik tingkat kabupaten/kota. Sejenis raja kecil turun-temurun sebelum diturunkan oleh adab diri. Keberatan nama membuat ybs tak tahu jati diri. Apakah pinjaman berbunga atau label tempelan agar gampang dilacak kadar loyal.
Identitas diri tidak cukup dengan budi dan bahasa. Kembali ke niatan. Paparan celukan ‘yang dipertuan agung’ mengalami reduksi akibat protokol kemanusiaan berkebasan. Tinggal istilah sisa ‘yang dipertua’. Karena generasi muda menjadi pilihan utama setan berkuda-kuda. Kuda bukan masuk makna turangga.
Singkat padat tanpa sepakat. Marak adat kejar bayang-bayang diri sampai akhir hayat. Marwah sosok diri tergantung olok-olok politik. Lebih daripada itu. Renta buana menginspirasi petua, tokoh tua, manusia bangka menjadi setan politik.
Hanya perempuan tua yang berhati cekal, beriman tebal plus sehat akal yang mampu menolak pakai topeng setan.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar