tragedi politik nusantara, atas kehendak rakyat vs seumur hidup
Kalau sekedar “kalau sudah duduk malas berdiri” bak pariwara jadul. Disesuaikan dengan zaman menjadi “lupa kalau sudah berdiri”. Justru pasal “mumpung lagi duduk” yang menentukan babak sejarah bangsa. Artinya, keenakan duduk dan maunya mau duduk lagi.
Soal nafsu, angkara murka, martabat manusia bisa tembus ambang bawah. Pada pasal tertentu bisa di bawah sifat binatang. Penyebabnya sederhana, yaitu kejar urusan dunia, uber nikmat dunia liwat jalur khusus konstitusi. Soal kursi, tak ada kata teman. Teman sama-sama berjuang belum tentu sama-sama berkursi.
Kita tengok pola kehidupan berbangsa dan bernegara. Intervensi politik luar negeri begitu menghujam ke akal politik penguasa. Pemakan segala untuk semua kepentingan atas nama golongan. Asas kebersamaan – sama rasa, sama rata – menjadikan sekutu di pelupuk mata tak tampak tapi seteru di seberang lautan tampak jelas, nyata.
"bencana alam serentak vs episode tragedi politik”. Bahasa
manusia bersebut ‘bencana alam’. Manusia religi merasakan sebagai ujian,
peringatan atau peluang mawas diri, kesempatan koreksi diri total. Bahasa alam
membuktikan sifat serakah anak cucu nabi Adam a.s berdampak, berbalas langsung
di tempat kejadian perkara. Tak pakai lama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar