juragan kendaraan politik tapi jongos di negeri sendiri
Geopolitik nusantara – entah apa maksud wajar sesuai kadar nalar – jika dipetakan. Terlihat pulau dan atau daerah miskin alami plus sebaran komunitas rakyat miskin berketurunan. Gradasi warna merah, zona merah ke-miskin-an identik dengan zona merah politik peninggalan kolonial Belanda plus paham ‘nasakom’ produk unggulan Orde Lama.
Bentukan kebijakan politik nusantara – skala lokal, domestik, regional maupun nasional – tak akan lepas dari aruh kebijakan politik global. Orangnya saja atau manusia politik sarat paham politik global. Nasional sesuai pasal liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia, pasar bebas dunia, masuk tatanan dunia, global.
Selain itu dipahami bahwa sesuai dengan Pasal 29 Vienna Convention on the Law of Treaties tahun 1969 pengikatan Indonesia terhadap perjanjian internasional sebagai bagian dari instrument hubungan luar negeri menuntut adanya kepatuhan (compliance) seluruh bagian dari Pemerintahan baik di pusat maupun daerah untuk menghormati dan melaksanakan komitmen yang dibuat dalam suatu perjanjian internasional.
Seiring dengan perkembangan dunia internasional saat ini, hubungan dan
kerja sama luar negeri dilakukan tidak hanya oleh negara, tetapi juga
melibatkan non-negara seperti organisasi internasional, LSM, perusahaan
multinasional (MNCs), media, daerah, kelompok-kelompok minoritas, bahkan
individu. Hal inilah yang membuat hubungan dan kerja sama luar negeri menjadi semakin
kompleks. (alinea ketiga dan keempat, cuplikan
bebas dari Peraturan Menteri Luar Negeri nomor 3 tahun 2019 tentang Panduan
Umum Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah). [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar