bangsa mabuk sehari, apa guna révolusi méntal negara satu periode
Tentunya termasuk mabuk apa saja. Bukan KLB (kejadian luar biasa) maupun adanya perkara biasa di luar kejadian. Jelasnya, presiden kelima RI periode 23 Juli 2001–20 Okrober 2004 dan sekaligus wapres kedelapan RI periode 20 Oktober 1999–23 Juli 2001, menyandang nama besar Proklamator, presiden pertama RI. Ideologi tak ada matinya. Syahwat dan saraf politik tak akan terkubur bersama orangnya.
Diam-diam révolusi méntal, tanpa teori yang mencengangkan akal rakyat, sudah berdampak menerus. Tanpa terasa telah dan selalu melahirkan Orang Korupsi Baru (OKB). Petugas partai segala ukuran sudah tidak bisa membedakan mana kanan, mana kiri. Semakin berkubang dengan lumpur kekuasaan, tidak pandang gender, semakin tidak bisa membedakan mana atas, mana bawah. Semakin berpesta di atas penderitaan rakyat, kawanan parpolis penyelenggara negera semakin gemar berfoya-foya.
Ki dalang Sobopawon bingung binti linglung, kehabisan stok wayang dengan aneka watak. Bahkan tak mampu mewujudkan watak politik dalam bentuk tokoh wayang. Padahal, yamg main itu-itu saja. hanya ganti kustom, rubah nomor punggung. Wayang asing mendominasi percaturan politik nasional.
Ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap perjalanan hidup generasi masa depan sudah sedemikian sistematis, terukur dan dinamis. Kekerasan seksual yang menimpa anak, remaja atau cikal bakal generasi penerus masa depan bangsa, ibarat menghancurkan benih yang sedang tunas. Faktor penyebab tindak kekerasan seksual atau bagian dari penyakit masyarakat, tidak bersifat individual. Bedanya, karena ada tindakan yang legal, resmi, sesuai kebijakan lokal, tidak merugikan negara, berdaya tarik ekonomi sehingga malah perlu dilestarikan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar