pendengung tanpa miras kian wani angas
Tanaman padi di sawah dimeriahkan hadirnya rumput liar. Idem padai kehidupan harian akar rumput. Salah. Liarnya rumput liar mewarnai lalu lintas bernegara. Hidup dari kemelut yang direkayasa. Memadukan politik adu domba peninggalan penjajah bangsa Belanda. Subversi, subvarian gerakan aksi “molimo” agar rakyat lupa untuk merdeka.
Haluan bebas partai politik, bak secangkir kopi pahit siap tampung isi aneka warna poci. Besar oleh besar berita daripada fakta. Pendengung pasang tarif borongan dari semua pihak, multipihak. Sigap hantam siapa saja. Bahkan peningkatan kapasitas diri dengan gaya rendah budi. Bedah ujaran nista diri menjadi peretak, pembelah persatuan nusantra. Memposisikan diri bermain di semua posisi.
Normal saja sudah sebegitunya mampu merangkai kata berkenormalan. Dukungan penguasa menjadikan moral bangsa diaduk-aduk, diudak-udak. Lupa kalau nusantara berpancasila. Proyek mereka berdiri sendiri, tanpa ikatan apapun. Namun seolah saling belajar. Entah doeloe sekolahnya dimana. Soal dipelihara oleh penguasa, hal yang wajar.
Perpanjangan tangan, memukul pakai tangan liyan. Pembesaran
mulut diri akibat malu diri pakai mulut pihak penyuka kerusakan di muka bumi. Hukum
alam memang demikian bunyinya. Rakyat sudah lama paham siapa saja mereka. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar