ingat-ingat sebelum ingatan diri tercerabut paksa
Daya, kapasitas, umur pakai akal manusia untuk berke-ingat-an, mengalami pasang surut. Sejati nyata faktor pembeda antara manusia yang tahu adat, beradab dengan yang mendadak lupa, pura-pura lupa. Tergantung pada kemampuan mengendalikan nafsunya, menjaga perasaan, mengelola emosi serta mendayagunakan akhlak saat bergaul, interaksi sosial ke arah martabat kemanusiaan.
Perhatikan ungkapan maknawi babat, bibit, bebet, dan bobot manusiawi. Watak bersifat netral. Bukan sebagai stigma atau konotatif. Dibedakan antara watak baik dan watak buruk. Guyon maton wong Jawa: “lara weteng bisa ditambani, lara watek dienteni nganti mati”. Ungkapan itu bermakna 'sakit perut dapat disembuhkan, tetapi kalau wataknya yang sakit, kesembuhannya hanyalah kalau ia sudah mati'.
Rezim bodong sedang tunggu tanggal main. Karakter bangsa sangat ditentukan kemahiran berbahasa tulis maupun berbahasa lisan, ujaran, tindak buka mulut. Simak acara, atraksi, adegan di layar kaca. Dialog, diskusi, debat penyelenggara negara plus kawanan loyalis. Pariwara dengan modus kuno banding, sanding, tanding menjadi ajang resmi pembodohan. Motivasi tema sinetron yang berepisode, menjabarkan rasa kehilangan identitas bangsa yang besar. Benang merah kian membara.
Kian berakal, kian main akal, kian akal-akalan.
Hukum keseimbangan berlaku pada otak, benak, akal, logika, nalar, naluri,
insting manusia. Otak kian terpakai secara sistematis, kian encer. Salah asah,
kurang asih, keliru asuh berbandinhg terbalik dengan kian mundurnya
ketidaktahuan. Artinya, otak melaju selangkah berbanding lurus dengan langkah
mundur daya peka, sensitivitas, peduli diri maupun rasa cerdas diri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar