trapsila syarat memahami sila-sila
Yang jelas, bahwasanya wong bodho nanging sering nglakoni, luwih pinter karo wong pinter nanging durung tau nglakoni. Beda pasal, lain kasus dengan panggung hiburan. Sekali main merasa sudah laik menjadi pemain. Sekali manggung merasa berkelas, tarif melonjak. Gaya hidup tak tanggung-tanggung. Tak canggung berperan apa saja.
Masalahnya, adegan laga bebas di panggung syahwat, saraf politik nusantara serba bebas. Sistem rekrutmen anggota partai politik tak identik dengan pola pengkaderan. Bibit unggul apalagi pemain potensial di luar tubuh partai, bisa menjadi incaran.
Lebih jelas lagi jika wujudan fungsi partai politik berorientasi kepada ketokohan. Bukan pada dalil, asas ideologi selaku haluan.
Lazim jika anak garuda tidak bisa menjadi garuda seutuhnya. Karena dalam babakan durung tau nglakoni diwujudkan menjadi merasa sudah bisa atau merasa bisa menjadi garuda sejati. Merasa lebih garuda ketimbang garuda.
Menterjemahkan bebas paham komunis
dunia, paham antimonotheis ke sistem syaraf perpolitikkan, ke struktur bebas
demokrasi. Jalan pintas dengan membaurkan sila-sila dasar negara, dioplos,
dipoles dengan asas atheisme. Partai politik menjadi agama dunia. Daur, siklus,
distribusi, sirkulasi proses kehidupan bernegara tentu lebih drastis, tragis
ketimbang pratanda tersurat maupun tersirat pada judul. Cerna juga lema 'subasita'. Pihak penyandang amanat
pengayom masyarakat, tindakan penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan
menjadi dalil diskresi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar