kapan-kapan kita berpancasila lagi
Lagu perpisahan ketika tim studi banding dari negara lain. Mereka ingin tahu sekali persis nyata kehidupan bermasyarakat di negara multietnis. NKRI termasuk obyek banding, tanding, sanding kategori negara gemar pasal berkembang di tempat ke segala arah tindakan.
Struktur berlapis menunjukkan apa dan bagaimana mulai lapisan dasar hingga sampai puncak, pucuk. Ibarat minuman kopi hitam non-instan. Disedu pakai air mendidih 100 derajat. Ditutup rapat tanpa kompromi. Kopi siap seruput hangat-hangat panas jika bubuk kopi mengendap di dasar negara.
Niatan judul untuk mensajikan kiprah anak bangsa karbitan. Tanpa modal keringat sendiri, tahu-tahu menjadi pen-duduk manis di takhta negara. Atau di puncak, pucuk bernegara. Ketemu pirang pasal ujug-ujug mateng. Beda dengan pasal bebas gaul, “ujug-ujug meteng”. Asas “salome” kata lirik lagu ndangdhut. Satu cangkir kopi pahit diisi sumbang air kehidupan beberapa poci.
Tahu-tahu kader tanpa rekam jejak manggung mentas bebas. “Siapa dulu bapaknya”, ujar iklan, pariwara lawas teranyarkan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar