terawang super semar 1966, makar PKI vs kudeta Pancasila Sakti
Kemudian daripada itu, penguasa tunggal Orde Baru melakukan operasi “usus buntu”. Pihak yang dianggap berseberangan, akan dilenyapkan secara senyap. Atau dimiskinkan kekebasan selaku manusia seutuhnya. Gaya politik kolonial Belanda “divide et impera” bak tunggu pihak yang saling bertikai. Begitu muncul tagih janji politik, langsung dilibas secara tuntas tanpa ampas.
Penetapan plus penerapan Pancasila selaku ideologi tunggal bangsa, nyaris telah menjadi kiat utama membangkitkan citra pemerintahan, martabat penguasa yang anti dan bersih dari komunisme. Semasa masa Demokrasi Terpimpin zaman era ‘nasakom’ Orde Lama, prinsip legal politik luar negeri Indonesia lebih cenderung, kuat condong berkiblat ke negara-negara komunis. Bukti ringan adanya kejadian protokol kenegaraan berupa bentukan poros dengan negara-negara komunis, macam dengan Peking, Pnom Phen, Hanoi dan Pyongyang.
Kalau tak mau dirangkul, maka lawan politik babak belur, babak bundas didengkul. Alasan konstitusional penguasa Orde Baru dengan mengatasnamakan stabilitas nasional sebagai prioritas. Beda dengan kuasa penguasa dua periode presiden ke-7 RI. Era Soeharto, yang namanya militer, birokrasi, dan Golkar menjadi alat pengusa.
Konon, tanpa perlu kata ahlinya. Cukup ujaran antar mulut. Jelang akhir periode kepemimpinan daripada Soeharto, oknum panglima ekomomi sangat berkepentingan dengan stabilisasi sirkulasi modal. Sepertinya ada yang berulang atau sengaja mengulang sejarah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar