bersyukur karena masih bisa bersyukur
Sikap umat nabi Musa as terhadap ajaran agama tauhid. Tiap kebenaran pada awal mulanya mengalami penolakan. Ikhwal berikut berlanjut pada babakan pengingkaran nikmat Allah SWT. Tersurat pada (QS Ibrahim [14] : 8) : “Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya[782] lagi Maha Terpuji."
[782]. Maksudnya: Allah tidak memerlukan syukur hamba-hamba-Nya.
Bumi semakin tua tanpa renta, namun tetap tunduk, patuh, taat, setia dengan hukum alam berbasis ketetapan-Nya. Tata surya tak bisa diintervensi akal dan ilmu manusia. tak demikian halnya dengan tata rupa bumi. Ilmu berbasis geo-geo dipraktikkan demi kesejahteraan umat manusia. Kiamat skala bumi sebagai bukti ringan peradaban manusia menetapkan dan menterapkan akal pikirannya. Tak mau rugi dan tanpa modal.
Malunya anak bangsa bangsa nusantara berketurunan untuk berkata benar plus bertindak baik. Jangan sampai karena istana adalah simbol kekuasaan penguasa yang diperoleh secara konstitusional, demokratis. Baik-buruk, benar-salah, bagus-jelek, betul-keliru ditentukan suara terbanyak, mayoritas. Secara aklamasi, voting atau adu suara. Terlebih untuk kuasa politik. Bukan sesuai ketentuan agama, norma, tradisi moral yang berlaku di masyarakat.
Adab bermanusia ditentukan oleh dinamika partai politik di negara ybs. Politk etis, politik pampas perang, politik persemakmuran dan semaksud baik terus bergulir mengalir tanpa batas akhir. Politik nusantara lebih berangkat dari pengalaman hidup di bawah kaki penjajah. Bukan bak ksatria turun gunung, bak ksatria piningit, bak kstaria muncul dari dasar bumi.
Sisi lain menyiratkan bahwa muncul kebijakan untuk memformat penyeragaman
budaya. Negara seolah lepas tangan dalam pengembangan budaya publik, namun
sebaliknya merasa wajib menjaga budaya politik. Sibuk urusan membelakangi kebenaran
secara konstitusional.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar