Halaman

Selasa, 30 Maret 2021

pendongkélan plus pendangkalan dasar negara, bahasa rakyat mbokdé

pendongkélan plus pendangkalan dasar negara, bahasa rakyat mbokdé

 

. . . kehidupan berbangsa dan bernegara yang ber-Ketuhanan, memiliki semangat sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi (trisila), serta alat perjuangan untuk menentang segala bentuk individualisme dan untuk menghidupkan jiwa dan semangat gotong-royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (ekasila). (comot bebas halaman 9 dari Kepmenkum dan HAM Nomor: M.HH-05.AH.11.01 Tahun 2015, tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).

 Ketika itu, dengan mempertimbangkan melek politik rakyat, sumber bahan baku galian sila-sila dasar negara. Para bapak bangsa yang diutamakan adalah merdeka terlebih dahulu. Soal nanti tanaman unggulan, bibit pilihan yang akan ditanam. Soal nanti.

 Menyatukan niat, minat, gagasan, cetusan pernyataan merdeka, dengan bahasa yang bisa dicerna perut semua pihak. Bisa dibilang rumusan dasar negara bak syarat negara merdeka. Frasa gotong-royong wujudan jiwa rakyat, wong cilik, masyarakat akar rumput, warga negara papn bawah. Bentukan lain jiwa guyub rukun, tepo sliro, kepedulin sosial, ukhuwah karena ikatan moral. Namun dikemudian hari esok selaku rakyat, penduduk yang cerdas belia.

 Tapi apa daya, haluan partai politik bebas haluan. Daya cerna lambat namun sarat semua aliran, arus global. Orientasi politik ke ketokohan seseorang, tidak salah sekali. Ajaran politik untuk semua anak bangsa menjadikan partai politik jago kandang. Tahunya hanya itu. Itu-itu saja sejak dalam kandungan. 

Padahal khasiat ramuan ajaib revolusi mental menjadikan bangsa ini sigap diri beradab. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar