obrolan politik mbokdé mukiyo, dudu obralan politik
Tak perlu diuraikan, banyak bukti bahwasanya politik dan ekonomi selaku pembentuk bentukan kekuasaan konstitusional. Anggaran demokrasi, biaya politik hingga sampai saking banyaknya, tak bisa disebut satu persatu. Tentunya termasuk ongkos jasa giring suara. Politik “santun” alias terkesan tuntas. Semua perkara bernegara dikemas dalam paket hemat aksi, boros energi.
Kredo “lebih baik ketimbang yang diganti” seolah memancing pertanyaan sinis, “sudah tidak ada yang lebih jelek”. Hukum keseimbangan subversi jagat, seolah terasa tak adil. Ada pihak yang tampak betah di puncak. Penjaga keseimbangan lebih berfungsi menjaga kekuatan bangsa dan negara. Siapapun yang sedang kontrak politik menjadi semacam petugas partai. Persatuan kesatuan solidaritas, soliditas akar rumput menjadi daya dukung dan daya tampung bangunan negara.
Panas dalam alias konflik internal manusia politik pemunya tiket, tapi urutan bukan angka baik, bagus. Punya tiket nomor hoki, mujur belum jaminan dapat kursi. Usai ucap sumpah janji setia negara, langsung argo tagihan berdetak, berdetik melaju melampaui waktu bumi. Kalau sudah begini, tidak ada pihak yang diharapkan lagi. semua sibuk dengan kepentingan mandiri.
Satu-satunya hal yang bisa diandalkan. Masih berproses
dengan dirinya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar