fragmen politik nusantara, ilang jaraké kari jailé
“trah agawé bubrah, balung gedhé vs rai gedhèg”, 2/5/2021 10:40 PM, masih terasa lekat pikat dengan judul. Bukan ungkapan yang teruji oleh zaman. Asal nyata, mau diapakan memang tetap begitu faktanya. Judul merupakan kesatuan makna yang harus dicerna, dilumat, ditelaah maupun ditelan utuh-utuh. Diurai menjadi sub-judul malah tambah amburadul, ngalor-ngidul.
Tendensi penulisan sejarah, rasanya lebih didominasi gaya bahasa pemutarbalikan fakta. Terasa sejarah yang disusun oleh penjajah tentang ikhwal yang berkaitan dengan Indonesia. Sejarah yang dicetak oleh penguasa. Gaya bahasa sejarah penyangkalan untuk menutupi borok lama terpendam, untuk memoles bobrok berlapis. Memanipulasi fakta pengkhianatan politik yang menentukan sejarah peradaban bangsa. Sementara pihak mendaur ulang sejarah dengan pelaku anak cucu ideologis.
Keutamaan konflik dikarenakan
kemanfaatannya, efektivitas selaku indikator ketimpangan, kesenjangan bahkan
ketidakadilan yang berketahanan, statis dan nyaris tidak ada perubahan bentuk.
Lokasi, luasan dan lama konflik menentukan efektivitas sistem kepemimpinan
formal atau penyelenggara negara. Penanganan konflik tidak bisa ditangani
secara ukuran all-size, atau gaya obat generik multi manfaat.
Masalahnya, dinamika masyarakat ditandai adanya konflik. Periode harian sampai
insidental dengan skala ringan sampai mengganggu stabilitas. Skenario
penanganan sesuai paket pesanan. Soal manjur atau memang langganan, dipelihara
agar jadi proyek abadi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar