Halaman

Rabu, 10 Maret 2021

gaung mabuk panggung kian berdengung

gaung mabuk panggung kian berdengung

Ini politik Bung!  Siapa saja yang merasa bisa, merasa layak tampil, merasa laik tanding, merasa berada di atas angin. Siap mabuk masuk angin. Hitung mundur pilpres 2024. Belajar dari pola serba tega, skema multi tega, sistem aneka tega, rasanya masih jauh dari yang akan terjadi.

 Ramalan dukun politik plus rapalan mantra politik menjadi acuan bersama. Kian terasa karena frasa yang mengandung kata, lema ‘agama’ raib, lenyap, tercerabut dari Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2020-2035. Bukan hal sengaja, serba kebetulan, pasal lalai dan sub-pasal abai. Bahasa dan kamus politik nusantara kian unjuk taring, pasang tanduk.

 Kepemimpinan nasional sejak lengserkeprabon penguasa tunggal Orde Baru, 21 Mei 1998. Laga bebas menjadi pasar taruhan politik domestik nusantara. Politik lokal nusantara teruji di panggung dunia secara terukur. Sentimen pasar global, reaksi lembaga keuangan global, paket kebijakan internasional, bursa efek perang dagang antar negara raksasa hingga sampai tirani minoritas lokal nusantara, menjadi pasal penentu nasib siapa yang layak tampil.

 Sensitivitas generasi pewaris masa depan sudah punya mainan yang meninabobokan, punya garapan yang serba melenakan. Persaingan hidup di negeri sendiri menjadikan diri merasa terasing. Rembesan atau status agresi, infiltrasi, subversi liwat jasa TIK membuat bangsa jenuh dengan diri sendiri dan hanya waktu yang masih bisa diharapkan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar