wani kursi wedi mungkur
Miirip
pariwara nusantara, dipoles ulang menjadi “kelamaan duduk, lupa kentut”. Sigap hadapi alam
ke-4, siap tidak siap. Ikut arus kuat. Pakai pola mayoritas, aklamasi. Atas
petunjuk di atas presiden masih ada presiden.
Aktor non-aktor
di luar skenario malah menjadi penentu jalannya revolusi mental. Pakai Plan-B
yang sudah mudah ketebak. Orang bilang, jangan bilang siapa-siapa. Terjebak
pasal ada tidak ada, tak mempengaruhi bilangan. Buka sebagai orang tak terbilang.
Irit berbilang,
yang penting duduk manis sampai akhir tujuan, tujuan berakhir. Nilai rapor
kebakaran, bisa pindah sekolah. Bangku sejenis sudah gonta-ganti murid. Siapa dulu
yang merasa punya negara. Berkat keringat orang pelaut. Masuk mulai dari
tengah, akhirnya menjadi negara agraris.
Pajak kursi
berlaku merata se nusantara. Jaminan bagi peraih suara terbanyak, nomor jadi,
akan dapat kursi yang berbayar, bak bagasi angkutan udara komersial. Bagi calon
penumpang bernasib ‘sial’, minimal karena ada penjadwalan ulang – bukan penundaan
– risiko ditanggung ybs.
Agar kursi
tak jatuh, maka maskapai politik menyediakan asuransi bencana politik. Kendati selama
perjalanan ybs berulah. Seolah tak pakai asas patuh, taat, loyal kebijakan
partai. Bisa aman-aman saja. Kursi terusan menjadi jaminan mutu. Siapa takut. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar