format ulang demokrasi nusantara
Katanya. Narasi
RPJMN 2020-2024, revisi 14 Agustus 2019. Beberapa isu domestik yang perlu diwaspadai adalah
intoleransi, demokrasi prosedural, kesenjangan reformasi birokrasi,
perilaku koruptif, dan potensi ancaman yang mengganggu keamanan dan kedaulatan
negara.
Intoleransi yang menguat ditandai dengan tren penolakan
pemimpin yang berbeda agama dari 2015-2017 sebesar 58,4%. Selain itu, politik
identitas digunakan oleh calon kepala daerah dalam Pilkada, seperti di Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, dan Maluku. Indeks Demokrasi Indonesia menunjukkan masih
adanya kesenjangan demokrasi pada aspek Kebebasan Sipil (78,75/100), Hak-Hak
Politik (66.63/100), dan Lembaga Demokrasi (72,49/100). Adapun angka
demonstrasi yang berujung kekerasan berkategori buruk (29,22/100). Hal ini memperlihatkan
bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural.
Partai politik yang menjadi salah satu aktor kunci dalam
upaya mewujudkan konsolidasi demokrasi sesuai dengan amanat RPJPN 2005-2025
belum mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Partai politik
belum memiliki konsistensi peran, dan secara internal, partai politik terjebak pada
praktik-praktik oligarki sehingga belum mampu menjawab kepentingan rakyat. Ada
gejala konsolidasi kekuatan elite politik lama dan munculnya orang kuat lokal
yang berpotensi menyebabkan arus balik (setback) pada konsolidasi
demokrasi.
Kataku. Cukup satu kata, Pancasila. Demokrasi nusantara
adalah wujud nyata dari praktik Pancasila.Ttidak pakai dalih, dalil; tidak
perlu rumus ajaib, tidak buutuh menurut ahli, spesialis apapun. Sederhana dan
begitulah harapan bangsa. Selagi ikan membusuk mulai dari kepalanya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar