Halaman

Selasa, 01 Oktober 2019

format ulang demokrasi nusantara


format ulang demokrasi nusantara

Katanya. Narasi RPJMN 2020-2024, revisi 14 Agustus 2019. Beberapa isu domestik yang perlu diwaspadai adalah intoleransi, demokrasi prosedural, kesenjangan reformasi birokrasi, perilaku koruptif, dan potensi ancaman yang mengganggu keamanan dan kedaulatan negara.

Intoleransi yang menguat ditandai dengan tren penolakan pemimpin yang berbeda agama dari 2015-2017 sebesar 58,4%. Selain itu, politik identitas digunakan oleh calon kepala daerah dalam Pilkada, seperti di Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Maluku. Indeks Demokrasi Indonesia menunjukkan masih adanya kesenjangan demokrasi pada aspek Kebebasan Sipil (78,75/100), Hak-Hak Politik (66.63/100), dan Lembaga Demokrasi (72,49/100). Adapun angka demonstrasi yang berujung kekerasan berkategori buruk (29,22/100). Hal ini memperlihatkan bahwa demokrasi di Indonesia masih bersifat prosedural.

Partai politik yang menjadi salah satu aktor kunci dalam upaya mewujudkan konsolidasi demokrasi sesuai dengan amanat RPJPN 2005-2025 belum mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal. Partai politik belum memiliki konsistensi peran, dan secara internal, partai politik terjebak pada praktik-praktik oligarki sehingga belum mampu menjawab kepentingan rakyat. Ada gejala konsolidasi kekuatan elite politik lama dan munculnya orang kuat lokal yang berpotensi menyebabkan arus balik (setback) pada konsolidasi demokrasi.

Kataku. Cukup satu kata, Pancasila. Demokrasi nusantara adalah wujud nyata dari praktik Pancasila.Ttidak pakai dalih, dalil; tidak perlu rumus ajaib, tidak buutuh menurut ahli, spesialis apapun. Sederhana dan begitulah harapan bangsa. Selagi ikan membusuk mulai dari kepalanya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar