nusantara darurat bahasa
media
Bukan asumsi historis, juga bukan kesimpulan
pedagogis. Karena menjadi menu harian
interaksi manusia dan atau orang pribumi
nusantara. Komunikasi dengan bahasa apa adanya, adanya apa. Tidak perlu
praktik bahasa lokal, regional, nasional apalagi asing. Bahasa tubuh memperkuat
jati diri.
Akhirnya, tanpa kesepakatan dan
kebijakan pemerintah. Antara gaya bahasa pejabat dengan yang jauh, tak ada bedanya.
Komen pejabat nyaris mirip dengan
umpatan anak jalanan. Ironis binti miris gaya penggayaan tampilan pejabat,
pesohor – tak membedakan warna jenis kelamin – siapa tiru siapa.
Pada kenyataan, manusia dimaksud memang diperbudak
ujung jari tangannya. Tangan gatal jika satu jam tidak mengetik ujaran tulis
yang tidak ada di dunia fauna. Semakin otak terasah secara formal, dibuktikan
dengan tulisan di media sosial, media maya. Ditambah dengan ilustrasi
aktraktif.
Kentut pun bisa dibahasakan dengan
benar, baik, bagus. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar