demokrasi sub-versi
nusantara, bebas kontrol vs di bawah satu kendali
Demokrasi
ekonomi mulai muncul di rimba belantara nusantara. Berkat Perubahan Keempat UUD
NRI 1945, yang disahkan pada 10 Agustus 2002, Bab XIV menjadi:
Bab XIV
Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
bertambah ayat, pada ayat (4) dan ayat (5), menjadi:
Pasal 33
(4)
Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Demokrasi
ekonomi muncul, katanya untuk mengingat rakyat atau demi kepentingan rakyat. Kesejahteraan sosial
sebagai tujuan bangsa memang harus diimbangi dengan kemandirian ekonomi dan
pengembalian kedaulatan rakyat atas ekonomi nasional (tafsir MK).
Lanjut dengan
karakteristik utama ekonomi kerakyatan. Diukur keeksistensian rakyat berdaulat
atas ekonominya. Berdasarkan karakteristik ekonomi kerakyatan, konstitusi memiliki
peran sentral untuk menjadi penyeimbang antara negara, masyarakat dan pasar.
Mekanisme
ekonomi tidak bisa tergantung pada permintaan pasar, kekuatan pasar apalagi tuntutan
penggemar tanpa kontrol. Peran negara dengan seperangkat kewenangannya, bersama
masyarakat sipil melakukan pengawasan, control atas ekonomi pasar. Negara justru
menjadi kontrol untuk menstabilkan hubungan pasar dan masyarakat.
Jika ekonomi dibiarkan berjalan sendiri sesuai sentimen positif
dan seolah bertindak bebas secara alami. Kondisi ini akan melahirkan sistem monopoli
pasar dan otoritarian modal yang akhirnya akan membunuh demokrasi itu sendiri. Kontribusi warga
negara dalam kegiatan produksi, menjadi hakikat dari demokrasi ekonomi.
Namun pada
saat rakyat yang belum siap, belum mampu membuat keputusan ekonomi. Pakai jalan
tengah untuk mengarah pada sistem pasar bebas dengan dukungan hukum yang
disertai dengan kepemimpinan pemerintah yang kuat. Model ini yang memunculkan
teknokrat-negarawan.
Praktik free
trade area, pasar bebas dunia sampai masyarakat ekonomi ASEAN secara
global, regional telah memberikan tekanan nyata kepada NKRI sebagai negara
terbesar negara berkembang.
Katanya,
bahwa negara yang konfigurasi politiknya demokratis, maka produk hukumnya
berkarakter akomodatif, dinamis, preventif. Jangan sampai pelaku politik –
bahkan setingkat petugas partai – nantinya akan terjebak oleh pasal hukum produk
periodenya.
Nusantara masih
akrab dengan fenomena bahwa kekayaan ekonomi dan kekuasaan politik terkonsentrasi
di tangan beberapa orang. Semangkin runyam, ditambah fakta kekuatan panglima di
tangan pemegang kekuasan yang tertinggi. Pengayom masyarakat sibuk main
anggaran. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar