Halaman

Rabu, 30 Oktober 2019

demokrasi sub-versi nusantara, bebas kontrol vs di bawah satu kendali


demokrasi sub-versi nusantara, bebas kontrol vs di bawah satu kendali

Demokrasi ekonomi mulai muncul di rimba belantara nusantara. Berkat Perubahan Keempat UUD NRI 1945, yang disahkan pada 10 Agustus 2002, Bab XIV menjadi:
Bab XIV
Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial

Pasal 33 bertambah ayat, pada ayat (4) dan ayat (5), menjadi:
Pasal 33
(4)      Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Demokrasi ekonomi muncul, katanya untuk mengingat rakyat atau  demi kepentingan rakyat. Kesejahteraan sosial sebagai tujuan bangsa memang harus diimbangi dengan kemandirian ekonomi dan pengembalian kedaulatan rakyat atas ekonomi nasional (tafsir MK).

Lanjut dengan karakteristik utama ekonomi kerakyatan. Diukur keeksistensian rakyat berdaulat atas ekonominya. Berdasarkan karakteristik ekonomi kerakyatan, konstitusi memiliki peran sentral untuk menjadi penyeimbang antara negara, masyarakat dan pasar.

Mekanisme ekonomi tidak bisa tergantung pada permintaan pasar, kekuatan pasar apalagi tuntutan penggemar tanpa kontrol. Peran negara dengan seperangkat kewenangannya, bersama masyarakat sipil melakukan pengawasan, control atas ekonomi pasar. Negara justru menjadi kontrol untuk menstabilkan hubungan pasar dan masyarakat.

Jika ekonomi dibiarkan berjalan sendiri sesuai sentimen positif dan seolah bertindak bebas secara alami.  Kondisi ini akan melahirkan sistem monopoli pasar dan otoritarian modal yang akhirnya akan membunuh demokrasi itu sendiri. Kontribusi  warga negara dalam kegiatan produksi, menjadi hakikat dari demokrasi ekonomi.

Namun pada saat rakyat yang belum siap, belum mampu membuat keputusan ekonomi. Pakai jalan tengah untuk mengarah pada sistem pasar bebas dengan dukungan hukum yang disertai dengan kepemimpinan pemerintah yang kuat. Model ini yang memunculkan teknokrat-negarawan.

Praktik free trade area, pasar bebas dunia sampai masyarakat ekonomi ASEAN secara global, regional telah memberikan tekanan nyata kepada NKRI sebagai negara terbesar negara berkembang.

Katanya, bahwa negara yang konfigurasi politiknya demokratis, maka produk hukumnya berkarakter akomodatif, dinamis, preventif. Jangan sampai pelaku politik – bahkan setingkat petugas partai – nantinya akan terjebak oleh pasal hukum produk periodenya.

Nusantara masih akrab dengan fenomena bahwa kekayaan ekonomi dan kekuasaan politik terkonsentrasi di tangan beberapa orang. Semangkin runyam, ditambah fakta kekuatan panglima di tangan pemegang kekuasan yang tertinggi. Pengayom masyarakat sibuk main anggaran. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar