Halaman

Jumat, 18 Oktober 2019

Ketika Oposisi Punya Opsi dan Posisi Tawar


Ketika Oposisi Punya Opsi dan Posisi Tawar

Jika anak bangsa pribumi nusantara mendayagunakan akal sehat saat main politik. Persatuan Indonesia menjadi platform bentuk parpol. Daya sinerji antar parpol mewujudkan cita-cita bangsa bukan sekedar di atas kertas.

Tiap lima tahun sekali ganti kendaraan politik, ganti sopir. Semangkin runyam, parpol dadakan bisa ikut pemilu. Tanpa rekam jejak langsung bertengger di klasemen utama. Masuk divisi papan atas. Apa jadinya atau demikianlah jadinya nusantara ini.

Tiap pemerintahan, tiap presiden menghadirkan varian anyar penyakit politik. Yuridi formak diakui bahwasanya sumber utama konflik sosial adalah politik. Gaduh politik kian masif, fokus, terukur.

Modus menjaga wibawa kepresidenan, menjamurnya konflik vertikal akibat beda pilihan. Memunculkan dikotomi supremasi sipil vs dominasi militer. Media massa menjadi katalisator anti-persatuan Indonesia. Peolok-olok politik dipelihara oleh penguasa.

Laga babak kedua belum mulai. Pihak tertentu sudah tak peduli dengan skor atau hasil akhir. Lebih fokus ke laga berikutnya. Akan diikuti pemain baru. kalkulasi politik menjadi liar, tidak ada patokan normatif. Pengatur skor sudah sigap.



Koalisi pemerintah sudah selesai dengan tugas utama. Sesuai asas pemilu ‘luber’ dan jujur, presiden ketujuh RI lanjut ke periode kedua, 2019-2024. Tantangan 2024 adalah capres. Semua pihak harus pandai-pandai mencari mitra kerja.  

Koalisi transaksional, politik dagang sapi, lelang jabatan, dalil tawar-menawar akan mewarnai politik nusantara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar