siap menang, tidak siap
menanggung
Berkat
Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, maka Indonesia mengenal hukum. Tepatnya, muncul
di Pasal 1 Ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. Jangan lupa
bahwasanya Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum.
Orde Lama
memang banyak melahirkan ikhal perpolitikkan. Mulai paham ‘nasakom’ yang
terlestarikan sampai sekarang. Jargon bahwa politik sebagai panglima. Untuk
mencapai tujuan dan cita-cita berpolitik, muncul pasal demi tujuan menghalalkan
segala cara, melegalkan segala modus.
Kebijakan
pemerintah secara tak langsung adalah kebijakan politik, serta sebagai kebijakan hukum yang berkekuatan tetap,
selama belum direvisi atau ditetapkan peraturan pengganti. Salah kaprah oleh
pihak yang gagal paham. Melahirkan paham yang menetapkan bahwa yang bertindak
sebagai panglima adalah sang penegak hukum, penyelenggara negara yang berkuasa,
menentukan nasib negara sesuai hasil pemilu.
Demokrasi tanpa kontrol, tanpa penyeimbang akan
melahirkan anarkisme, rezim politik. Demokrasi dibawah satu kendali akan
menyuburkan radikalisme.
Trio hukum –
ekonomi – politik nusantara sedemikian saling menentukan. Saling adu unggul.
Bukan melakukan kolaborasi sinergitas membangun bangsa. Makanya, ada berhala
reformasi 3k (kaya, kuat, kuasa).
Ironis binti
miris. Pihak yang merasa kuat secara institusional ditengarai yang rekam jejak
penguasaan teritorial, sistem dan garis komando, wawasan nusantara, bela negara
maupun daya jelajah sebagai menu harian. Menjadikan pihak yang sigap 24 jam.
Penyakit
politik “kelamaan duduk, lupa berdikari” menyesuaikan diri. Salah banyaknya
adalah “kelamaan duduk, ingin praktik demokrasi 3R”. Yaitu mengacu pada konsep Reduce (mengurangi),
Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang).
Wajar, anak
cucu keturunan ideologis ingin kekuasaan bisa diwariskan. Karakter negara
berkembang dengan kendali pembangunan jangka panjang, semisal RPJPN 2005-2025. Masih
ingatkah kawan dengan GBHN. Akankah akan mengulang model Repelita yang
berjilid. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar