Halaman

Selasa, 29 Oktober 2019

nusantara cerdas 3T

nusantara cerdas 3T

Tindak Tutur Tulis atau 3T yang dimaksud judul. Info langsung dari yang mengolah kata. Tanpa penjelasan resmi. Yakin pemirsa cerdas sudah sejak lahir atau faktor turunan. Tanjakkan kehidupan malah menjadikan berbanding terbalik dengan cerdas diri anak bangsa pribumi.

Berkat mata pelajaran ‘calistung’ atau baca, tulis, hitung sejak dini otak terasah, akal teruji, nalar tertempa. Kecil-kecil cabai rawit. Upacara mitoni, nujuh bulanin sebagai tradisi luhur leluhur yang multimanfaat. Pembentukan karakter dari perpaduan kedua orang tuanya.

Namun apa daya, walau disubsidi oleh pemerintah. Kiat mewujudkan rakyat sejahtera atau untuk “memajukan kesejahteraan umum”, sudah tercantum, tertera, tersurat, tercetak di alenia keempat Pembukaan UUD NRI 1945. Tidak mengalami perubahan.

Berkat Perubahan Keempat UUD NRI 1945, Bab XIV menjadi:
Bab XIV
Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial

Pasal 33 bertambah ayat, pada ayat (4) dan ayat (5), menjadi:
Pasal 33
(4)      Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5)      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Akhirnya rumusan mensejahterakan masyarakat sedemikian konstitusional, yuridis formal, dengan dukungan nyata UU. Soal praktik terukur, tergantung skala cerdas pihak yang menjadi subyek.

Sekali lagi pemirsa. Berkat Perubahan Keempat UUD NRI 1945, Bab XIII menjadi Pendidikan dan Kebudayaan. Terdiri atas 2 (dua) Pasal yaitu Pasal 31 dengan 5 ayat dan Pasal 32 dengan 2 ayat. Semua ayat merupakan hasil perubahan. Agar tak bias, gagal paham, silahkan simak langsung.

Bagaimana perpolitikan nasional diselenggarakan. Bagaimana pendidikan politik dan budaya politik dinyatakan.

Mengacu trio, tiga sekawan “ca-lis-tung” maka didapatilah fakta dinamis:

Budaya Baca. Potensi mata indra manusia terlatih melihat pemandangan bentang alam. Fenomena dua gunung, di tengahnya muncul matahari. Di depan gunung terhampar sawah hijau dan kuning jelang panen. Dilengkapi pelangi, awan, burung. Plus ada pesawat terbang atau layang-layang. Menuju tengah dua gunung, ada jalan tol atau rel sepur atau sungai.

Kata lagu, dari mata turun ke hati. Membaca gambar yang atraktif, provokatif lebih informatif ketimbang seribu kata. Mata tekun berlama-lama menyimak gambar atau foto bahkan gambar hidup.

Tiap hari menjadi saksi hidup atas aneka kejadian berbangsa dan bernegara. Demi uber waktu, semua kasta manusia nusantara berperilaku tak jauh beda. Maksud kata, dengan makhluk hidup lainnya. Serudak-seruduk seperti anak cacing panas dalam.

Hati kian mengeras dan membatu. Persaingan hidup menjadikan dirinya bak setengah hidup menggali kematian diri.

Budaya Tulis. Kinerja mata sebagai pemberi informasi ditambah daya kuping. Hasilnya diproses di hati. Hati yang tenang, bening, jernih memberikan informasi yang sudah terseleksi ke sistem kerja otak. Pengguna bahasa secara benar, baik, bagus sebagai masalah hati. Tak ada korelasi positif dengan gelar akademis, pangkat militer.

Seandainya masih ada kawanan yang gemar berolok-olok politik, harap maklum saja. Pengguna media sosial dengan bahasa khas, khusus memang syarat. Tak bisa dipidanakan. Masuk kategori manusia bebal. Tinggal sing waras ngalah.

Ingin fakta yang lebih aktual, faktual, akurat, orisinil silahkan simak langsung di media sosial dan sebutan semaksud. Maklum penulis gaptek.

Budaya Hitung. Kalau seandainya di periode kedua 2019-2024 tindak pidana korupsi terbebaskan secara terselubung. Hak prerogatif penguasa, pengatur nasib negara. Entah siapa pemulanya. Tahu-tahu kalkulasi politik bisa menampung rumus biaya poliitik, dalil ongkos politik sampai tata cara bagi-bagi kursi.

Hukum ekonomi dipakai oleh manusia politk. Manusia ekonomi menentukan langkah manusia politik. Kalau manusia ekonomi mendirikan bentukan anyar partai politik. Hitung-hitungan klas dewa. Langsung main di panggung syahwat politik nusantara.

Kondisi ini menyebabkan pengamat politik picisan kehabisan kata-kata. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar