nusantara cerdas 3T
Tindak Tutur
Tulis atau 3T yang dimaksud judul. Info langsung dari yang mengolah kata. Tanpa
penjelasan resmi. Yakin pemirsa cerdas sudah sejak lahir atau faktor turunan. Tanjakkan
kehidupan malah menjadikan berbanding terbalik dengan cerdas diri anak bangsa
pribumi.
Berkat mata pelajaran
‘calistung’ atau baca, tulis, hitung sejak dini otak terasah, akal teruji,
nalar tertempa. Kecil-kecil cabai rawit. Upacara mitoni, nujuh bulanin sebagai
tradisi luhur leluhur yang multimanfaat. Pembentukan karakter dari perpaduan
kedua orang tuanya.
Namun apa
daya, walau disubsidi oleh pemerintah. Kiat mewujudkan rakyat sejahtera atau untuk
“memajukan kesejahteraan umum”, sudah tercantum, tertera, tersurat, tercetak di
alenia keempat Pembukaan UUD NRI 1945. Tidak mengalami perubahan.
Berkat Perubahan
Keempat UUD NRI 1945, Bab XIV menjadi:
Bab XIV
Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
bertambah ayat, pada ayat (4) dan ayat (5), menjadi:
Pasal 33
(4)
Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Akhirnya rumusan
mensejahterakan masyarakat sedemikian konstitusional, yuridis formal, dengan
dukungan nyata UU. Soal praktik terukur, tergantung skala cerdas pihak yang
menjadi subyek.
Sekali lagi
pemirsa. Berkat Perubahan Keempat UUD NRI 1945, Bab XIII menjadi Pendidikan dan
Kebudayaan. Terdiri atas 2 (dua) Pasal yaitu Pasal 31 dengan 5 ayat dan Pasal
32 dengan 2 ayat. Semua ayat merupakan hasil perubahan. Agar tak bias, gagal
paham, silahkan simak langsung.
Bagaimana perpolitikan
nasional diselenggarakan. Bagaimana pendidikan politik dan budaya politik
dinyatakan.
Mengacu trio,
tiga sekawan “ca-lis-tung” maka didapatilah fakta dinamis:
Budaya Baca. Potensi mata indra
manusia terlatih melihat pemandangan bentang alam. Fenomena dua gunung, di
tengahnya muncul matahari. Di depan gunung terhampar sawah hijau dan kuning
jelang panen. Dilengkapi pelangi, awan, burung. Plus ada pesawat terbang atau
layang-layang. Menuju tengah dua gunung, ada jalan tol atau rel sepur atau
sungai.
Kata lagu, dari
mata turun ke hati. Membaca gambar yang atraktif, provokatif lebih informatif ketimbang
seribu kata. Mata tekun berlama-lama menyimak gambar atau foto bahkan gambar hidup.
Tiap hari
menjadi saksi hidup atas aneka kejadian berbangsa dan bernegara. Demi uber
waktu, semua kasta manusia nusantara berperilaku tak jauh beda. Maksud kata,
dengan makhluk hidup lainnya. Serudak-seruduk seperti anak cacing panas dalam.
Hati kian
mengeras dan membatu. Persaingan hidup menjadikan dirinya bak setengah hidup
menggali kematian diri.
Budaya Tulis. Kinerja mata sebagai
pemberi informasi ditambah daya kuping. Hasilnya diproses di hati. Hati yang
tenang, bening, jernih memberikan informasi yang sudah terseleksi ke sistem
kerja otak. Pengguna bahasa secara benar, baik, bagus sebagai masalah hati. Tak
ada korelasi positif dengan gelar akademis, pangkat militer.
Seandainya masih
ada kawanan yang gemar berolok-olok politik, harap maklum saja. Pengguna media
sosial dengan bahasa khas, khusus memang syarat. Tak bisa dipidanakan. Masuk kategori
manusia bebal. Tinggal sing waras
ngalah.
Ingin fakta
yang lebih aktual, faktual, akurat, orisinil silahkan simak langsung di media
sosial dan sebutan semaksud. Maklum penulis gaptek.
Budaya Hitung. Kalau seandainya di
periode kedua 2019-2024 tindak pidana korupsi terbebaskan secara terselubung. Hak
prerogatif penguasa, pengatur nasib negara. Entah siapa pemulanya. Tahu-tahu
kalkulasi politik bisa menampung rumus biaya poliitik, dalil ongkos politik
sampai tata cara bagi-bagi kursi.
Hukum ekonomi
dipakai oleh manusia politk. Manusia ekonomi menentukan langkah manusia
politik. Kalau manusia ekonomi mendirikan bentukan anyar partai politik. Hitung-hitungan
klas dewa. Langsung main di panggung syahwat politik nusantara.
Kondisi ini
menyebabkan pengamat politik picisan kehabisan kata-kata. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar