Halaman

Minggu, 27 Oktober 2019

politik instan vs kursi tiban


politik instan vs kursi tiban

Pendekatan dan masalah kebangsaan, tidak serta merta membuat rasa persatuan Indonesia kian erat. Fomalitas berpolitik, menjadikan ketidakstabilan politik yang berlanjut antar kepala negara. Pada prinsipnya, praktik demokrasi 3R berbasis masyarakat sipil, mengacu pada konsep Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle (daur ulang).

Modus aksi, tepatnya kontra produktif rakyat, dengan mitigasi penyakit politik sejak dari sumbernya. Kabinet sebagai representasi peta politik nasional.  Parpol peserta pemilu berhak mewujudkan hak politiknya liwat kabinet. Relawan aneka ambisi, masih tersisa lapis kedua atau koretan.

Di pihak yang merasa paling berhak. Survei atau jajak sentimen, menyimpulkan eksistensi kontribusi peran nyata aktor non-negara. Selama ini rakyat hanya terpaku pada tokoh rekaan media. Dalam berbagai kompleksitas masalah yang timbul kemudian, serta peran negara dan pemerintah, termasuk kerja sama di antara mereka, di kawasan dalam mengatasinya.

Pengertian aktor non-negara. UU. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri, simak Pasal 1 ayat 1 menyebutkan dan atau menyimpulkan bahwa hubungan luar negeri selain dilakukan oleh dilakukan Pemerintah juga dilakukan oleh aktor non-negara yaitu badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.

Bukan bentuk permainan anak-anak macam petak umpet. Atau hanya sekedar main tebak kalimat. Di kejadian nyata, rasanya sebagai hal wajar, lumrah, lazim, umum. Konsekuensi logis kehidupan berbangsa dan bernegara di negara multipartai, multi bencana politik. Efek domino aksi politik bebas pasal.

Sudah kubilang, hukum kesimbangan, kesetaraan menjadikan hidup ini dinamis. Rakyat sejahtera diukur pada penduduk berkemampuan. Bukan dilacak pada penduduk dengan pola makan ‘sehari makan sehari tidak’.

Golongan elit (ekonomi sulit) terbiasa kencangkan ikat pinggang di zaman Orde Baru sejalan dengan tight money policy. Adab berpolitik nusantara bukan sekedar puncak gunung es di samudera tak bertuan. Bak pulau es mengapung meninabobokan penghuninya.

Walhasil, kebijakan politik penguasa yang menentukan nasib rakyat seutuhnya. Aspires rakyat sudah terformat dalam semboyan atas nama rakyat. Wakil rakyat, wakil daerah sedemikian gigih memperjuangkan kursi kekuasaannya. Jangan sampai terjaring OTT KPK.

Kronis. Pelaku utama konflik internal yang sering menyebabkan pergantian rezim secara demokratis, yaitu aktor non-politisi sipil. Indikasi penguasa merasa tak aman, kurang nyaman bukan di kandangnya. Perpanjangan tangan secara konstitusional, diperkuat ‘tangan kanan’ yang multiguna.

Struktur masyarakat tradisional bertanah air, kesadaran nasional bahari agraris rakyat anak bangsa pribumi nusantara, yang berpengalaman  menentang kekuatan penjajah di negeri sendiri. Kontribusi umat Islam ditenggelamkan oleh sejarah berikutnya. Muncul sistem kasta politik terbarukan. Sejalan dengan  klas sosial penduduk, status sosial masyarakat  sesuai daya belanja.  

Rezim politik periode pertama dan atau periode kedua, nuansa nyata pada partai politik, pemilihan, dan parlemen dapat dipertahankan, dikendalikan dalam tahap otoriter·tersebut. Aktor non-aktor, bisa main bebas, bebas bermain. [HaéN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar