Halaman

Minggu, 06 Oktober 2019

HAM Islam nusantara, baik saja belum cukup


HAM Islam nusantara, baik saja belum cukup

HAM menjabarkan, mengketengahkan, mengutarakan sampai seyogyanya sebagai bangsa timur. Khusus tentang tata cara menyibukkan hati plus tanpa rasa lelah raga. Demi kuasa dunia, tak kenal nasib rakyat, kawula alit.

Pasal dimaksud ada penilaian. Mulai dari A = apik, B = baik, C = cukup. Dst sesuai abjad. Moral bangsa yang menjadi andalan nusantara. Dirumuskan sesuai nilai jual lokal. Dipakai sebagai patokan oleh pengurus RT / RW atau kualifikasi sejenis.

Lupakan ajaran agama bumi. Mirip kisah pewayangan. Istana Betara Guru di kayangan. Bagi penganut agama wayang, jika tinggal bumi akan langsung inap di surga. Tidak pakai pasal kiamat, hari akhir, hisab atau pengadilan.

Makanya, pihak yang ahli main pasal hukum buatan manusia, menjadi duta politik. Manusia politik dijadikan model persatuan kesatuan, keutuhan nusantara. Interaksi sosial, serba saling antar anak bangsa pribumi dalam ikatan bebas.

Ilmu pewayangan menjadi andalan berbangsa, bernegara. Bagi pihak yang menemukan tanah tak bertuan, berhak mendirikan sebuah partai politik. Pakai asas tebang pilih untuk mulai bangun ibukota kerajaan. Modus karhutla belum dikenal atau tak ada di buku pedoman kerja relawan raja. Paket “Anoman Obong” dan “Sinta Obong” sekedar wacana publik.

Budi pekerti para punggawa, kawula pedepokan, abdi penguasa, aparatur kawal nusa sudah dipatenkan. Rasa setya sedemikian terukur. Tak perlu mikir jauh-jauh, apalagi mikir yang tinggi-tinggi. Pelaksana tetap pelaksana.

Hubungan antar manusia, dikatakan wajar tanpa syarat, jika ahli menista diri. Sebagai peolok-olok politik diutamakan. Isi beda denga judul. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar