Menegakkan Kursi Keropos
Dalam
Belum-belum sudah baku sanggah. Coba kalau pakai lema ‘demokrasi’
bukan lema ‘kursi’. Ybs masih pakai pola konvensional. Padahal, dengan
demo+kursi di nusantara bermakna ‘demokrasi’. Jadi, demo+ (kerasan duduk di
kursi).
Tak ada kaitan, ikatan dengan atau oplosan peribahasa,
pariwara, banyolan politik. Bagi pihak yang sudah ‘pikun’ (pilih akun),
silahkan lanjut. Mulai dari nol, bagi pihak yang merasa melek peradaban.
Jalur tikus, potong kompas, budaya instan malah menjadi
andalan penguasa untuk melestarikan. Dimana
yang mana, individu anak bangsa pribumi nusantara, merasa cakap diri. Liwat media
masa dan turunannya, pamer bego sebagai citra diri.
Format dasar politik terbuka yang menampakkan wajah
demokrasi semu. Sistem belum kokoh atau selalu sedang dalam pekerjaan
konstruksi. Raja jalanan atau pemerintah malam hari yang secara defacto.
Acara, atraksi, adegan di layar kaca, hanya menampilkan
sisi baik, kabar baik. Baik tayangan langsung, tayangan ulang atau modus kamera
tersembunyi. Semua bisa dipesan.
Semangat persatuan Indonesia melihat kawanan penguasa masuk kategori “biarkan,
nanti busuk sendiri”. Jauh makna “biarkan, nanti ambruk sendiri”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar