Lintah Dalam Daging
Tubuh NKRI
Mulanya tidak berawal dari kajian pendahuluan, pengantar
wacana. Pakai asas praduga berbasis benang merah sejarah nusantara. Pasca bergulirnya
reformasi mulai dari puncak, 21 Mei 1998. Hadirlah berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa). Urutan
bersifat dinamis.
Maksud jelasnya, memasuki 21 tahun reformasi, secara
sadar Indonesia sudah mencetak 5 (lima) presiden. Versi aksi aktual, faktual,
legal yang mewarnai sejarah kesadaran berbangsa dan bernegara, mampu membuat
negara maju terkesima.
Wajar, karakter negara berkembang, banyak kejadian yang
berkembang. Anak bangsa pribumi nusantara hanya fokus pada perpolitikan. Efektivitas
negara multipartai menyebabkan persatuan, kesatuan dan keutuhan Indonesia
tergadaikan.
Wacana lawas, lagu lama bahwasanya pihak yang mampu
menguasai nusantara. Antara legenda dan agenda.
Setiap presiden, mau tak mau, harus ikut kutub global
yang dominan. Begitulah watak bangsa bermental bebal. Kendati sudah terbiasa,
langganan terperosok ke lubang yang sama. Tak ada kapoknya. Muka kebal dengan
pola kebakaran jenggot. Selamatkan muka sendiri.
Pihak yang akan menjadi duri dalam daging, batu
sandungan, kuda hitam, musuh dalam lipatan atau benalu politik bukanlah
kekuatan formal. Organisasi tanpa bentuk berbasis atau perpanjangan tangan
manusia ekonomi. Rekam jejak penguasaan teritorial, riwayat jam terbang
mengelola jejaring komando yang sigap 24 jam, wawasan nusantara yang selalu
terbarukan.
Supremasi politisi sipil tinggal kenangan. Idealisme atau
ideologisme terasa hambar. Antar manusia politik lebih mempertimbangan
perolehan kursi. Akankah kita hanya menunggu duduk manis, terbuai jagoannya
menang laga kandang. Dalam hitungan satuan waktu terkecil, sertifikat nusantara
sudah siap ganti nama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar