Halaman

Sabtu, 19 Oktober 2019

Dikotomi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Generasi Cetak Ulang vs Generasi Tambal Sulam


Dikotomi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,  Generasi Cetak Ulang vs Generasi Tambal Sulam

Bukan pada periode, tahun kapan dilahirkan. Berlaku umum bagi semua anak bangsa pribumi nusantara. Antara generasi yang cepat matang sampai generasi kelamaan hidup, mengalami nasib yang tak jauh beda. Pada soal mengaktualisasikan jati diri. Sesuai sinyal peradaban, yang mana dimana punya mata tidak untuk memirsa. Punya kuping tidak untuk menyimak.

Semakin banyak ikatan, kaitan malah berbanding terbalik dengan terjalinnya rasa solidaritas, tahu sama tahu, tepo sliro. Mereka sendiri tak tahu landasan hidupnya. Kian sarat ilmu malah kian menampakkan laku orang tak berilmu.

Bukan banyak maunya. Sebaliknya, amunya apa juga tak tahu. Begitu ada pihak resmi membuat pernyataan, langsung tanpa pikir langsung menjadi penular, penyebar, penebar wabah kebencian. Sisi lain merasa bagian penting pemerintah. Ikut andil mengaduk-aduk emosi. Modal produk TIK, gawai tak kenal lelah.

Sudah kehendak sejarah, semangat Sumpah Pemuda 1928, menjadikan generasi sesuai judul kehilangan lahan untuk berbuat banyak. Tapi maunya dapat banyak. Modal peras keringat leluhur masih mendingan. Modal abab, merasa beradab. Jurus komentar menjadi andalan mujarab dalam berbangsa, bernegara secara total.

Selain berperan sebagai benalu, parasit, mereka dengan segala khidmat laku tepuk dada. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar