laga kolosal antar geng
bintang, politisi sipil tiarap di tengah
Andai ada penggalan sejarah yang lebih akurat ketimbang
judul. Pelaku aktif sejarah atau minimal saksi sejarah, diam-diam menyimak. Atau
iseng katanya. Berita berlatar belakang maupun berhalaman depan budi pekerti
manusia politik. Di kemas, di format, di setting pakai rumus apapun, kian masuk
kategori hiburan di akhir malam. Sepi senyap. Malah TV menonton pemirsa yang
lelap gemulai.
Jalan tol antar periode, bebas hambatan, berbayar
non-tunai menyiapkan jalur buat yang punya nyali di atas rata-rata BPS. Kendaraan
politik varian Orde Baru, bisa dilibas bebas di jalur, lajur lurus. Apalagi di
tikungan maut. Tidak pakai pasal nomor ganjil-genap.
Plat merah, plat hitam, plat kuning maupun nomor serdadu
atau bayangkara, pakai dalil siapa cepat silahkan cepat. Mobil pacu listrik
pakai tenaga surya atau tenaga kuda boros biaya politik. Tak perlu terdaftar di
Kemenkum dan HAM. Uji kir, uji bebas emisi, laik kebut, bukan zamannya.
Catatan ringan sejarah. Karakteristik kendaraan politik
antar pesaing, cuma beda nasib. Siapa di balik kemudilah yang akan menentukan. Sopir
konvensional, SIM Umum, penguasaan teritorial minim. Mengandalkan jam terbang
ahli “duduk manis di belakang meja”. Gagah saat start. Di antar penggemar,
loyalis satu kampung.
Jelas, meraka kalah segala urusan dengan gaya model
rambut cepak. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar