Beban Ganda Campuran Pasca 2024
Namanya pergerakan politik, dinamis dan susah ditebak. Di
atas kepentingan masih ada kepentingan lain yang seolah tampak lebih dominan. Oposisi
merapat ke koalisi pemerintah 2019-2024, sebagai strategi mewujudkan
kepentingan dominan dimaksud.
Pelaku politik – bahkan petugas partai – kendati masuk
klas nasional, masih bak katak di bawah tempurung nusantara. Belajar dari
sejarah, maka kesempatan terakhir sangat menentukan masa depan bangsa dan
khususnya penguasa.
Dua kali pilpres 2014 dan 2019, mengundang keprihatinan
anak bangsa pribumi nusantara. Seolah tidak ada pengkaderan, pencetakan cikal
bakal pemimpin nasional. Sisi lain, memunculkan dikotomi supremasi sipil vs
dominasi militer.
Jadi, 2019-2024 sebagai transisi, pancaroba, penggodokan,
ajang laga saing bebas. Pemain lama tidak akan tampil. PR besar, tercatat:
Pertama, pihak penguasa berupaya bisa sampai jatuh tempo.
Memperkuat barisan dengan sistem pertahanan dan keamanan dengan asas
monoloyalitas. Takut bayang-bayang sendiri, jangan sampai pasca 2024 terjadi
kilas balik sejarah. Wajar jika sudah menyiapkan “pengganti” atau pihak yang
ramah dengan masa lalunya.
Kedua, demi persatuan, kesatuan dan keutuhan Indonesia,
diperlukan korban perasaan dari pihak yang masih cinta NKRI. Nuansa politik
menjadi agama, malah sebagai seleksi alami. Tidak salah jika berpolitik
merupakan bagian integral praktik agama Islam.
Kita wajib belajar dari masa depan. Kapan lagi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar