tidak laku tapi laris di nusantara
Aneka wujudan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) menjadi hal biasa di nusantara. Antrian bukan orang biasa atau biasa di luar, sigap ngelakoni sertifikasi berkejahatan agar punya pamor di barisan orang dalam bentukan partai politik.
Kejadian alami sampai perkara di luar akal sehat, bukan serba kebetulan. Bencana alam diyakini proses alam sesuai tabiatnya. Ramalan cuaca ganti dengan prakiraan. Moderatnya pakai sebutan anomali iklim. Demi gengsi konstitusi, modus apapun dilakukan.
Jadinya, bencana politik bukan musibah bangsa. Alam ikut bertegur sapa, tarik suara senyap, dikira ada dukungan nyata leluhur. Pemerataan atau tiadanya kesenjangan alam yang ramah, bukti peduli penguasa ke penghuni bumi Nusantara.
Akhirnya obat memang menyembuhkan tetapi tidak menyehatkan. Obat mempunyai efek samping atau malah menimbulkan ketergantungan pada obat. Obat masuk kategori berbahaya karena kondisi atau kategori “yang meragukan”. Efek yang ditimbulkannya bak cemaran kimia di tubuh manusia. Bahaya atas kategori halal berdampak nyata pada ketenangan jiwa konsumen muslim.
Semakin diaduk, semakin jelas warna yang timbul. Satu warna beda gradasi. Bangsa ini, bangsa Indonesia dengan aneka rasa. Praktik demokrasi berjalan terbalik. Pihak yang dipilih – sebut saja wakil rakyat, kepala daerah, kepala negara – merasa sebagai pihak yang dibutuhkan. Mampu menggaet jumlah pemilih sesuai aturan main, semakin merasa bak raja diraja. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar