arogansi otoritas politik vs agresi covid-19
Bukan di negara mana dan kapan kejadian peristiwa, perkara. Globalisasi sebaran covid-19 bukti ringan ketidakberdayaan manusia segala status dunia. Réplikasi atau kemampuan virus memperbanyak diri yang diakali oleh akal sehat manusia cerdas dengan wujudan virusidal (bersifat memiliki kemampuan menghancurkan virus). 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (covid-19). Covid-19 disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar coronavirus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003, hanya berbeda jenis virusnya. Gejalanya mirip dengan SARS.
Skenario moderat pasca agresi covid-19. Sepertinya, pasang surut pergerakkan politik lokal, politik bomgkar pasang nusantara tak lepas dari pasal diuntungkan oleh keadaan vs obyek peruntungan pihak ketiga. Modus multipartai ternyata tak ada kaitan dengan jiwa nasionalisme sesuai demokrasi Pancasila. Demokrasi seolah tergantung pada niat baik kawanan politisi yang sedang naik daun.
Agresivitas covid-19, ketahanan moral penguasa vs daya bugar rakyat. Selalu saja dipertentangkan. Khususnya tentang betapa rakyat kecil diformat secara politis menjadi wong cilik. Percepatan basmi agresi covid-19 sebelum jatuh tempo. Ekstra energi religi pasca agresi covid-19. Dimungkinkan menurut protokol politik nusantara berpancasila sejak dulu kala. Aneka kejadian alami maupun efek perilaku manusia, berlomba di ajang yang sama. Habitat, lokalitas, kebiasaan manusia di alam bebas, diadaptasi dan diadopsi pada wadah budidaya seperti di bentukan partai politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar