kocok ulang kadar loyal petugas demokrasi nusantara
Diléma tegakkan negara, ikatan sentimèn politik vs ikatan moral bangsa. Bersyukur, anak bangsa pribumi tanpa oplosan yang pada umumnya di posisi dasar piramida struktur kekuasaan, tetap menjaga persatuan, kesatuan dan keutuhan. Tahan goncang dan gonjang-ganjing. Tahan tekanan, intimidasi, agresi dari pihak manapun. Terbiasa kencangkan ikat pinggang. Kebal terhadap fitnah penguasa.
Nusantara kekini-kinian, rentan sentuhan ringan lokal vs tahan banting arogansi asing. Semakin jauh meninggalkan lapisan rakyat, akar rumput, maka tak ayal suasana kerakyatan harus bersaing dengan aneka masukan dan tekanan. Baru selapis nangkring, nongkrong di atas (kepercayaan) rakyat, merasa nyaman betengger, langsung berkacak pinggang, jemur gigi, tepuk jidat plus dada. Lupa asupan gizi dari kebun sendiri.
Pergolakan sesungguhnya karena praktik politik menjadi ajang tarung bebas. Pesta demokrasi menjadi adu emosi, bukan mengedepankan rasionalitas. Indonesia tersanjung, dianggap sebagai mitra IMF. Semakin disanjung semakin tersandung. Manusia politik siap bertindak gaya apa saja. Siap memerankan peran apa saja. Asal bayarannya cocok.
Masa depan yang lebih baik bukan dengan pendekatan politik. Dirumuskan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan nyata masyarakat, fungsi rakyat. Zona politik tetap dibutuhkan, tetapi bukan yang menentukan apalagi mendikte. Presiden yang steril dari kepentingan politik, itulah yang kita cari. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar