Halaman

Kamis, 21 Januari 2021

alat penguasa efek kontrak politik

alat penguasa efek kontrak politik

 Judul membentuk sintagma, frasa, kalimat minimalis, atau gabungan kata mirip istilah rumpun keilmuan tertentu. Kalau sudah demikian jadinya, tidak perlu diuraiberaikan. Terima secara utuh, bulat sebagai pengertian baku. Bisa ditafsirkan, dipadankan dengan frasa semaksud dan sehati. Letak masalah bukan pada pemaknaan secara kebahasaan. Kandungan kata ‘politik’ langsung terwujud siapa yang ‘di-alat-i’.

 Karena pihak mana main alat, pegang kendali alat, di belakang alat mirip dolanan tradisional anak. Sudah jelas nyata di dunia nyata, terlebih dengan sebutan negara berpancasila tak perlu mikir. Sistem pola karier, sejahtera, ketahanan keluarga beririsan dengan “siapa saja bisa menjadi apa saja”. Gaya urakan lebih ngowboy ketimbang cowboy “uncle sam”.

 Demokrasi nusantara, gebug duluan, rembug belakangan. Gaya seorang presiden selaku petugas partai, tak lepas dari nyali diri. Atau sebagai pernyataan sikap diri tak bisa diremehkan. Tak mau dipandang sebelah mata. Sebagai peringatan dini bagi lawan politik, pihak yang berseberangan. Termasuk sinyal yang tak tahu terima kasih. Kian banyak kawanan loyalis abal-abal, berbanding lurus dengan beban derita jiwa, mental, psikis petugas partai. Menu hari ini tergantung kebijakan partai pendukung utama. Agar tampak masih bernyali, undang wong cilik ke istana presiden. Umbar senyum dan terkekeh sendiri.

 Indonesia memang ahli menjamu duta asing, apalagi mereka datang sebagai tamu yang diundang. Tamu khusus. Tamu terhormat mewakili bangsa dan negaranya. Jika tamu merasa tersanjung atau minimal diopèni selama mertamu, seperti katut lan manut miturut dengan ambisi terselubung tuan rumah. Ini konsumsi politik. Rakyat tak perlu tahu dan memang tak mau tahu. Urusan negara serahkan kepada ahlinya. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar