Halaman

Kamis, 21 Januari 2021

daulat rakyat vs otoritas politik

daulat rakyat vs otoritas politik

 Daulat negara merdeka vs tirani dunia, menjadi judul pembuka, pengantar kilas balik. Amerika Serikat (AS) memang tidak sekedar sebagai negara super power, adidaya. Praktiknya bahkan melebihi biang impéralis, kolonialis masa kini yang seolah tanpa tanding. Sebagai negara adidayapun, termasuk menyuguhkan modus adigang, adigung, adiguna.

 Sejarah peradaban manusia ditentukan oleh derajat kemanusiaan lembaga penebar dan penabur kabar berita sesuai pesanan. Lembaga pengganda fakta multiefek bertarif lokal atau suka-suka tapi berdaya jangkau ke tunas bangsa yang buta huruf sekalipun. Benang merah pemegang kuasa outlet media dan platform konten, menjadi jaringan penentu nasib dunia.

 Padahal, negara berkembang didominasi dualisme pemegang otoritas dan otonomi politik lokal. Praktik demokrasi multipartai nusantara kekinian, kontemporer, antara otoritas, otonomi dengan ideologi atau kepolitikkan, seolah tidak saling kenal. Politik bergulir bebas tanpa ideologi bahkan bebas cita-cita, begitu pun lokalitas otoritas politik yang terbangun nyaris tanpa pondasi ideologi. Defisit kualitas demokrasi nasional semakin nyata serta penyumbang komponen penghitungan IDI atau Indeks Demokrasi Indonesia (aspek, variabel, indikator).

 Demokrasi nusantara menghadirkan sistem kekuatan pemaksa fisik, alat penguasa dengan fungsi utama menekan, mengintimidasi. Sejalan dengan fakta konflik internal koalisi penguasa, intimidasi politik vs teror mental. Makanya, ujarnya ki dalang Sobopawon, memang sulit mencari rute bebas hambatan. Ada saja pihak yang ahli di bidangnya. Dengan keahliannya ini, maka semua yang dilakukan – asal diterima oleh publik secara aklamasi – menjadi konstitusional, legal yuridis formal. [HaéN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar