Halaman

Sabtu, 23 Januari 2021

libas beda pilihan sebelum tunas

 libas beda pilihan sebelum tunas

Umur, usia bahkan banyaknya pimpinan pemerintah yang tampil, tidak identik dengan matang, dewasa, mapan demokrasi negar ybs. Demokrasi pun juga bukan ukuran negara sejahtera bebas, lepas jauh dari jeratan riba global. Bangun negara sesuai tuntutan kebutuhan penduduk, dilematis, populasi hunian melejit ketimbang ketidaktergantungan pada pajak.

 Nusantara–ku, multipartai vs multipilot. Lazimnya sebuah rezim, tepatnya di éra mégatéga, bukan sekedar menjelma menjadi kezaliman, kelaliman. Maklum. Memang memang sebegitunya. Sudah sebagai langkah politik yang optimal. Mentok atas bawah. Jeblok samping. Apalagi tampak depan. Semrawut binti awut-awutan. Pokoké menang. Namanya politik. Kalah malah bangga. Menang malah bingung. Soalnya, kalau kalah bisa pakai pasal amuk massa. Apalagi kalau disalahkan atau dikritik, bisa pakai asas rata bumi. Semakin lama berkubang di syahwat politik, semakin licik dan picik. Sejalan dengan dalil bahwasanya daya ideologi bisa diwariskan ke anak cucu.

 Dilema wibawa negara, multipartai vs multipilot. Dikisahkan oleh ki dalang Sobopawon. Agar lebih nyata, ceta wéla-wéla dan terang benderang, maka penuturan kisah diangkat dari kejadian dan perkara yang sedang berjalan. Sesuai dengan periodenya, yaitu éra mégatéga. Bukan rekayasa, bukan modus, bukan manipulasi diri, bukan sulap, bukan sihir.

 Masyarakat multietnis vs negara multipartai. Pembobotan permasalahan bermasyarakat, masih ringan-ringan saja.Kalau dipasalkan bisa menjadi obyek hukum berkelanjutan, berepisode. Atau malah sebaliknya, dianggap tidak layak mengandung pasal hukum apapun. Tidak menambah kondite, prestasi, nilai plus, jam terbang, rekam jejak aparat pejalan hukum. Hukum hadir jika ada pihak yang berperkara. Loncat ke batasan IPM (Indeks Pembangunan Masyarakat) merupakan indeks komposit yang mengukur sifat kegotongroyongan, toleransi, dan rasa aman masyarakat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar