Halaman

Rabu, 02 Juni 2021

mati kanggo panguwasa, ora opo-opo

mati kanggo panguwasa, ora opo-opo

 Bukan tema, judul lagu perjuangan 1945, 1966 maupun 1998. Masih sekitar semangat juang, daya juang patriotisme sejati, komplit tanpa embel-embel. Senantiasa terjadi jelang alih penguasa nusantara. Aksi kekinian melahirkan gelora jiwa bebas tanpa batas. Tak kenal mana seteru, tak paham apa itu sekutu. Asal beda warna partai, beda pilihan langsung libas di tempat.

 Maka daripada itu, pihak yang tahu plus paham luat dalam, bahwa sistem karier diri ditunjang ahli melibas, menebas, menindas pihak yang potensial merugikan keuangan negara. Keliru besar pemirsa. Terbalik. Justru kerumunan massa yang layak disangka akan merongrong martabat pantat penguasa, yang patut diduga akan memerosotkan nama baik penguasa. Langsung tanpa pasal peringatan dini, basmi di tempat.

 Selain hal di atas. Juru sorak, tukang keplok apalagi tukang kumpul suara pemilih, ada imbalan tak terduga. Di luar jangkauan nalar diri. Minimal terbangkitnya rasa kebangsaan. Selaku masyarakat, modal ujung jari tangan atau pendengung, merasa menjadi orang penting. Bagian terpenting dari kelompok berkepentingan demi isian perut. 

Bagi dirinya berlaku semboyan ringan “lebih baik makan 3x sehari gizi seimbang, ketimbang lihat junjungannya mati kelaparan”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar