Halaman

Rabu, 16 Juni 2021

wajah cerah nusantara, ramah dan akrab tanah

wajah cerah nusantara, ramah dan akrab tanah

 Sulit dibayangkan kejadian nyatanya. Wajah yang sama, bisa menghasilkan persepsi pro dan kontra. Nyaris harga mati bagi pemaham berkepemahaman sama. Mirip wong cilik digawe gemuyu oleh tindak-tanduk politisi sipil telat mikir vs lancar ujar. Bahasa tubuh terlihat gaya hafalan basa-basi cepat basi.

 Jujur bangsa, panggung politik nusantara masih tampilkan, tayangkan nuansa tepo sliro vs ini medan bung! Andalkan dukungan golongan isih mambu sedulur. Padahal pihak sana, tak kenal sebutan kawan dalam. Agresi tirani minoritas menentukan langkah catur politik penguasa. Politik zig-zag mengamankan selamatkan diri masing-masing, seolah bermain sendiri.

 Rakyat tetap diposisikan sesuai derajat kemanusiaan plus wawasan kerakyatan. Muncul stigma terbarukan dan resmi kenegaraan. Pembaca lebih dong daripada saya. Ora perlu mikir sing néko-néko.

 Perkuatan ideologi bangsa sudah menjadi keniscayaan. Belajar dari peringatan sejarah untuk merangkai sejarah masa depan. Tidak ada dosa bawaan, dosa ikutan, dosa penyerta mupu dosa susulan. Namun cacat politik adalah sumber segala sumber kemunduran peradaban bangsa. 

Sukses manusia politik berjenjang, terukur dan bersinambungan antar petugas, pelaku, pegiat, penggila. Nasib bangsa bak lari di tempat. Acara seremonial, kenegaraan menjadi ilusi optik politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar