katapél tali ban dalam sepeda
Anak bangsa pribumi nusantara, khususnya pernah melakukan laku bak “si kancil anak nakal suka mencuri timun”. Modal senjata katapél, pelinteng, pelontar kerikil membidik manga orang. Menjadi ciri lanang tenan, berkalung katapél. Karet pentil sepeda, termasuk katapél anak-anak. Perjuangan mencari kayu bercabang dua, mirip huruf “Y”.
Manfaat lain yang dibilang tidak bermanfaat, jika sasaran bidikan adalah burung. Kecuali burung musuh petani. Di negara lain, katapél menjadi simbol perlawanan terhadap agresi zionis. Ini yang menjadi PR besar penguasa nusantara. Masalahnya, sejarah bangsa dhéwék banyak yang gagal paham. Apalagi bangsa lain benua.
Paling runyam, penguasa bangsa tidak paham gerakan kebangsaan negara lain. Wajar. Paling kurang (w)ajar, menggunakan sebutan kelompok kriminal bersenjata, untuk menformat aksi separatisme bangsa sendiri. Tentunya bukan bukti negara gagap tanggap.
Aksioma teroris lewat jasa teknologi digital (internet dan media sosial), menjadi skenario, komoditas politik minim ligitimasi. Mirip orang hanyut terbawa arus banjir. Apa saja diraihnya, atau tarik tangan teman untuk sama-sama berbagi nasib. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar