tajamnya pedang keadilan nusantara tergantung pihak berperkara
Ujaran, ajaran luhur oleh leluhur lewat pitutur “ojo gumunan” atau jangan berheran-heran diri melihat yang aneh bin ajaib, asing binti. Melihat pihak yang lebih kaya, kuasa, kuat. Jadi ingat berhala reformasi 3K. Terkagum-kagum dengan bangsa kulit putih, sebangsa yang sukses menjajah nusantara. Kini, termehek-mehek dengan kawanan si sipit.
Status heran nasibmu hukum. Melihat proses legal legislasi penetapan UU yang identik kompromi politik. Jelas ada pasal ada tarif. Atau efek barter politik jika tidak mau korupsi. Imbalan politik jika suskes di pilkada, apalagi pakai ikatan, kaitan serentak. Hindari calon tunggal atau calon kuat, jelas duduk pasal.
Bentukan lain dari tegaknya hukum. Banyak faktor penentu. Tidak bisa ditarik benang merahnya. Tiap kasus hukum di tangan ahli yang sama saja bisa beda tarif. Ulur waktu sampai jalan pintas, tidak pakai lama menjadi “ojo gumunan”.
Yang jelas-jelas bisa menjadi samar
bahkan senyap, lenyap di telan bumi demi hukum yang lebih kuat, kuasa, kaya. Berlaku
dalil “di mana bumi dipijak, di situ hukum diinjak”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar