Halaman

Kamis, 17 Juni 2021

ngguyuné telat vs tawa terakhir

 ngguyuné telat vs tawa terakhir

 “tepuk tangan terakhir”, bisa sebagai kiasan, simbolis, pratanda atau siratan makna terselubung. Kita tidak tahu dan tidak perlu cari tahu, pihak mana yang akan melakukannya. Tepuk tangan sendiri mengandung arti tergantung si penafsir. Analog dengan tertawa.

 Lain panggung, beda gaya lawakan. Banyolan politik berkelanjutan, wis ora lucu ngguyu dhéwé.  Kelamaan tunggu respon tawa pemirsa. Paket sanjungan sudah tahu uang. Menitan sampai satu babak. Relawan berbayar literasi politik digital, sudah berani pasang tarif.

 Angkat bicara tak digubris. Bak lawak politik yang sudah bisa ditebak jalan cerita maupun babak belurnya. Hitungan menit di akhir laga, sebagai faktor penentu. Siapa akan menjadi apa. Siapa yang akan diapakan. Tak perlu unjuk muka. Amal politik sangat menentukan nasib di barisan elit partai.

 Salah kawan. Justru daya dong mereka jauh di atas rata-rata nasional. Belum disuruh sudah berbuat. Belum diminta sudah memberi. Belum ditanya sudah menjawab. Belum ditawari sudah meminta. Pokoknya serba belum-belum. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar